Oleh : Agung Nugraha (Direktur Eksekutif Wana Aksara Institute)
26/11) Kuliah berseri kedua yang berjudul “Contribution of Mangrove in Achieving Emission Reduction Targets” merupakan kuliah lanjutan dari Lecture Series yang bertema komitmen Pemerintah Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi yang dimuat dalam dokumen (NDCs) yang dilakukan pada hari Kamis 26 November 2020 secara daring. Pada kuliah seri ke 2 ini mengangkat bagaimana peran hutan mangrove yang cukup krusial dalam menyerap dan menyimpan emisi.
Kuliah dimoderatori oleh Dr. Hero Marhaento,
!!! WE ARE BACK !!!
Sebijak Institute present :
SEBIJAK INSTITUTE LECTURE SERIES #2
“Contribution of mangrove in achieving emission reduction targets”
With speaker :
Prof. Dr. Daniel Murdiyarso
(Principal Scientist at the Center for International Forestry Research (CIFOR))
Moderator:
Dr. Hero Marhaento, S.Hut., M.Si.
(Lecturer of Faculty of Forestry, UGM)
Save the date!
🗓Thursday, 26 November 2020
⏰10.00 – 12.00 WIB
What will you get :
•E-certificate
•Networking
•Webinar/online
Prof Dr Ahmad Maryudi masuk dalam daftar World’s Top 2% Scientists 2020 yang dikeluarkan oleh Stanford University bulan ini. Pemeringkatan yang dipimpin oleh Dr John Ioannidis tersebut menggunakan kriteria/ indikator yang bermutu dan sistem perhitungan yang ketat dan rigid. Sebelum pemeringkatan dilakukan, kriteria dan indikator telah diuji oleh para ahli dan dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi (PLoS Biology).
Dalam daftar yang dipublikasikan tersebut terdapat 42 peneliti
(19/11) Pusat Kajian Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute) Fakultas Kehutanan UGM mengadakan acara Lecture Series dengan judul “Contribution of Forestry Sector in Achieving Emission Reduction Targets” pada hari Kamis, 19 November 2020 secara daring. Acara ini merupakan seri pertama dari tema besar yang mengangkat isu mengenai kesanggupan Pemerintah Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi yang dimuat dalam dokumen National Determined Contributions (NDCs). Dokumen ini secara
Sebijak Institute proudly presents:
SEBIJAK INSTITUTE LECTURE SERIES #1
“Contribution of forestry sector in achieving emission reduction targets”
on 19 November 2020
10.00 – 12.00 WIB
With speakers :
Dr. Ir. Ruandha Agung Sugadirman, M.Sc. (Director General for Climate Change, Ministry of Environment and Forestry, RI)
Dr. Budhi Satyawan Wardhana (Deputy Coordinator for Planning and Cooperation, Peatland Restoration Agency, RI)
Moderator: Prof. Dr. Ahmad Maryudi (Chairman of Sebijak Institute,
Sebijak Institute proudly presents:
“SEBIJAK INSTITUTE LECTURE SERIES”
on this November 2020
19 Nov 2020 :
Contribution of forestry sector in achieving emission reduction targets
24 Nov 2020 :
Contribution of mangrove in achieving emission reduction targets
27 Nov 2020 :
Indonesia’s government policies toward pursuing food security goals
See you in zoom class!
#SebijakInstitute
#Goodscience
#for
#Goodpolicy
oleh : Ir. Hudoyo M.M., (Plt. Direktur Jenderal PDASHL, KLHK)
Pembangunan nasional selama beberapa dekade selain telah berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi, juga berdampak terhadap kelestarian lingkungan. Tercermin dari degradasi lahan, menurunnya keanekaragaman hayati dan meningkatnya perubahan iklim. Konsep pembangunan berkelanjutan diyakini menjadi solusi sebagaimana tertuang dalam KTT Bumi (1992) dan KTT Pembangunan Berkelanjutan (2012). Menghasilkan kesepakatan lingkungan global, yaitu
(8/10) Pusat Kajian Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute) Fakultas Kehutanan UGM melaksanakan kegiatan Talkshow dalam rangkaian kegiatan Dies Natalies Fakultas Kehutanan UGM yang ke-57. Kegiatan talkshow ini dilaksanakan pada Hari Kamis, 8 Oktober 2020 dengan judul tema “Politik Perdagangan Internasional: Pangan, Pasar dan Hutan?”.
Kegiatan talkshow ini dibuka oleh sambutan dari Wakil Bidang Kerjasama dan Alumni Fakultas Kehutanan UGM, Dr. rer. Silv. Muhammad Ali Imron, S.Hut.,
oleh: Fitria Dewi Susanti (Junior researcher, Pusat Kajian Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute), Fakultas Kehutanan UGM dan Sadam Afian Richwanudin (Asisten Peneliti, Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT), Fakultas Hukum, UGM
Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, salah satu cita-cita yang berusaha diwujudkan di bidang hukum adalah simplifikasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan untuk memotong berbagai birokrasi njlimet yang rentan dengan berbagai tindakan yang koruptif.
Omnibus law di Indonesia
Perwujudan dari cita-cita “mulia” tersebut adalah munculnya omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja (yang kemudian diubah menjadi UU Cipta Kerja). Di Indonesia, sistem pembentukan undang-undang dengan mekanisme ini merupakan hal yang asing sebab belum pernah dilakukan sebelumnya. Meskipun begitu, di dunia hukum mekanisme ini juga bukan merupakan hal yang baru sebab pernah dilakukan beberapa kali di Negara lain seperti di Kanada dan AS. Namun, mekanisme pembentukan perundang-undangan yang berusaha menggabungkan beberapa Norma yang tersebar dalam beberapa UU ini belum dikenal di Indonesia
Menelisik dari asal-usul bahasanya, ‘Omnibus’ merupakan kata yang digunakan dalam Bahasa Perancis untuk kendaraan sejenis bus yang digunakan untuk mengangkut penumpang dalam jumlah banyak. Secara harfiah, mana dari omnibus di dalam mekanisme pembentukan UU berarti adalah mengangkut beberapa peraturan untuk kemudian disatukan dalam satu UU. Hal ini lah yang juga melatarbelakangi kenapa kemudian di Indonesia UU ini disebut sebagai undang-undang sapu jagat.
Meski mekanismenya belum dikenal di Indonesia, Pemerintah nampaknya begitu ngotot untuk segera mengesahkan UU ini. Bahkan Pemerintah pernah menyebutkan bahwa UU ini akan menjadi kado 100 hari Pemerintahan Jokowi. Walau pada akhirnya tidak terwujud, tapi hal tersebut tidak menyurutkan keinginan besar pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah untuk segera mengetok palu pengesahan UU ini.
Jauh panggang dari api, pada praktiknya di lapangan proses pembentukan UU Cipta Kerja menghadapi banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat mulai dari akademisi hingga buruh. UU yang digadang-gadang oleh Pemerintah sebagai regulasi yang sederhana dan dapat membuka keran investasi sebagai penopang perekonomian Indonesia ini ditolak oleh kalangan-kalangan yang terdampak langsung oleh peraturan ini, seperti buruh dan petani. Padahal sejatinya pembentuk UU ini memiliki tujuan yang positif seperti penciptaan lapangan kerja, kemudahan perizinan usaha, dan percepatan investasi.
UU Cipta Kerja ini memberi dampak sangat luas hingga ke berbagai sektor seperti riset dan inovasi, pertanahan, administrasi pemerintahan dan tak terkecuali sektor kehutanan. Dampak yang luas ini tentu menjadi pertanyaan tentang bagaimana UU ini dapat mendegradasi nilai-nilai dan jiwa dari norma-norma yang sebelumnya terdapat dalam UU yang mengatur bidang yang terkait.
Posisi dan Potensi Dampak Sektor Kehutanan dan Lingkungan dalam Pusaran Omnibus Law
Sektor lingkungan khususnya kehutanan seperti dipaparkan sebelumnya memang tak luput dari imbas atas rencana pengesahan UU Cipta Kerja, hal ini lantaran pengaturan mengenai penyederhanaan perizinan usaha serta pengadaan lahan menyinggung banyak regulasi bidang kehutanan dan lingkungan. Perubahan mendasar yang terjadi adalah diubahnya beberapa intisari peraturan pokok sektor kehutanan yang terdapat dalam UU No. 41/1999 tentang Kehutanan serta UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berikut merupakan beberapa poin penting perubahan yang ada ketika UU Cipta Kerja ini disahkan:
1.Mudahnya perizinan pemanfaatan