Oleh :Ir. Sri Suwanto, M.M., (Plt. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah)
Secara geografis, Kalimantan Tengah terletak antara 0°45’ LU – 3°30’ LS dan 110°45’ – 115°51’ BT. Dilimpahi iklim tropis yang lembab dan panas dengan suhu udara rata-rata 33°C. Rata-rata curah hujan tahunan terendah berkisar 2,275 mm/tahun dan tertinggi mencapai 4,186 mm/tahun. Dengan luas wilayah administrasi mencapai 153,564,5 km² Kalimantan Tengah merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia (BPS. 2019).
Ketersediaan lahan, karakter iklim, dan populasi penduduk menjadikan pembangunan perkebunan sebagai salah satu sumberdaya potensial bagi terciptanya kesejahteraan rakyat. Hal itu tercermin dari kontribusi PDRB sub sektor perkebunan yang cukup besar. Mencapai 12-14% dari total PDRB. Faktor lain, sub sektor perkebunan melibatkan petani yang cukup banyak. Tak kurang dari 282.800 KK sekaligus menyerap tenaga kerja yang sangat signifikan.
Disamping potesi dan kontribusi, namun demikian sampai saat ini harus diakui masih banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi perkebunan Kalimantan Tengah. Bahkan mengemuka menjadi salah satu isu besar dalam konstelasiperkebunan nasional. Hal itu berdampak terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Khususnya kesejahteraan petani yang belum optimal. Karena itu, dalam upaya meningkatkan produksi, produktivitas, tata kelola perkebunan serta kontribusinya terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat diperlukan sebuah grand desain pembangunan. Sebuah rencana induk pembangunan perkebunan. Bukan hanya akan mampu menuntaskan berbagai persoalan akut dan kronis selama ini. Lebih dari itu sekaligus juga akan memandu pembangunan dan pengembangan perkebunan Kalimantan Tengah ke depan.
Potret Perkebunan Kalteng
Statistik bukan hanya angka. Statistik sesungguhnya adalah sebuah potret yang mencerminkan wajah sebuah wilayah. Dalam perspektif yang luas dan kompleks. Hari ini, total jumlah penduduk Kalimantan Tengah sebanyak 2,71 juta jiwa (704 ribu kk). Tersebar di 14 Kabupaten/Kota, 136 Kecamatan, 1.576 desa/kelurahan. Berdasarkan angka partisipasi angkatan kerja di Kalimantan Tengah mencapai 69,68. Dengan jumlah angkatan kerja di Kalimantan Tengah sebanyak 1.385 ribu jiwa. Angkatan kerja terbanyak berpuasat di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kapuas, Kotawaringin Barat, dan Palangkaraya.
Sektor pertanian -termasuk sub sektor perkebunan- memiliki karakter penyerapan paling banyak angkatan kerja. Untuk seluruh Kalimantan Tengah mencapai 38,10 persen. Bahkan di Kabupaten Kapuas, Seruyan, Pulang Pisau, dan Lamandau penyerapan angkatan kerja mencapai lebih dari 50 persen. Karena itu, secara umum perkebunan memiliki peran strategis sekaligus posis tawar yang sangat penting.
Sinyalemen itu terbukti. Fakta sekaligus fenomena menarik, kurang lebih 60 persen kontribusi sektor pertanian bersumber dari perkebunan. Selain dari sektor hulu (budidaya) kontribusi perkebunan adalah dari sektor hilir, yakni berasal dari industri pengolahan. Sekitar 87 persen industri pengolahan adalah dari industri pengolahan makanan & minuman yang didominasi oleh industri minyak kelapa sawit.
Lebih jauh, berdasarkan data statistik Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah (2019), terdapat sepuluh komoditas unggulan perkebunan di Provinsi Kalimantan Tengah. Namun dalam kenyataannya, komoditas perkebunan yang memang memiliki perspektif perkembangan dan pertumbuhan nyata di tingkat petani didominasi hanya oleh lima komoditas. Meliputi komoditas kelapa sawit, karet, kelapa, kopi dan kakao. Sementara untuk komoditas lainnya seperti aren, lada, pinang, jambu mete dan kemiri memiliki luasan lahan kebun yang relatif kecil. Bahkan masing sangat kecil.
Berdasarkan hasil analisa lima komoditas unggulan perkebunan di atas dalam beberapa tahun terakhir, rata-rata mengalami laju pertumbuhan yang cenderung menurun. Bahkan ada yang negatip. Dua komoditas perkebunan, yaitu kelapa sawit dan kelapa seluruhnya mengalami penurunan. Baik laju pertumbuhan luas, produksi dan produktivitas. Sementara untuk karet laju pertumbuhan luas meningkat, namun laju pertumbuhan produksi dan produktivitas menurun. Sebaliknya untuk komoditas kopi, laju pertumbuhan luas dan pertumbuhan produksinya menurun, hanya laju pertumbuhan produktivitasnya yang meningkat. Satu-satunya komoditas perkebunan Kalimantan Tengah yang mengalami peningkatan, baik pertumbuhan luas, produksi dan produktivitas hanya ditemukan pada komoditas kakao.
Bagaimana bisa ? pandemi bisa jadi menjadi salah satu faktor. Namun, pendalaman analisa menghasilkan realitas. Setidaknya terdapat tujuh aspek permasalahan yang harus diurai dan dicarikan terobosan solusinya. Harapannya perkebunan Kalimantan Tengah bertumbuh dan kembali bisa memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Meliputi (1) dukungan ketersediaan sarana prasarana, antara lain lahan, benih, pupuk, obat-obatan dan sebagainya, (2) aspek budidaya, (3) SDM dan teknologi, (4) permodalan, (5) manajemen usaha, (6) pengolahan dan (7) pemasaran. Ketujuh aspek permasalahan tersebut hampir selalu dapat ditemukan di setiap komoditas perkebunan unggulan. Dengan karakter dan konteks yang berbeda-beda.
RIPPBUN Kalimantan Tengah
Kunci keberhasilan setiap program pembangunan selalu terletak pada kesiapan perencanaannya. Dalam konteks pembangunan perkebunan, selain rencana strategis perkebunan yang bersifat lingkup internal perkebunan, diperlukan pula rencana pembangunan perkebunan yang bersifat multi sektor dan multi pihak. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa setiap sektor selalu beririsan dan beriringan satu sama lain. Diperlukan sinergi dan kolaborasi. Bukan mempertahankan ego masing-masing. Perencanaan multi pihak dan lintas sektoral seperti itu, bisa diwadahi melalui penyusunan Rencana Induk Pembangunan Perkebunan (RIPPBUN) Kalimantan Tengah. Tentu berbasis spasial sebagaimana UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan pasal 5 Juncto Peraturan Menteri Pertanian No. 08 Tahun 2016 tentang Pedoman Perencanaan Perkebunan Berbasis Spasial. Upaya ini sejak awal melibatkan partisipasi dan kerjasama dengan semua pemangku kepentingan. Dengan inisiasi dan kontribusi penting dari Yayasan WWF Indonesia, khususnya WWF Region Kalimantan Tengah.
Salah satu perdebatan yang mengemuka dalam pembangunan perkebunan adalah soal alokasi pengembangannya. Pertanyaannya, berapa alokasi ideal yang akan memberikan manfaat ideal. Penyusunan dokumen RIPPBUN Kalimantan Tengah diharapkan akan membantu soal alokasi luas optimal pengembangan perkebunan. Termasuk lokasi pengembangan jenis komoditas unggulan perkebunan. Karena itu tata kelola perkebunan menjadi sebuah keniscayaan. Dalam konteks ini, terkelolanya perkebunan eksisting secara terarah, efektif dan efisien menjadi salah satu target. Tentu berdasarkan kelayakan pengembangan jenis komoditas unggulan sesuai peraturan perundangan-undangan. Terakhir, penyusunan dokumen RIPPBUN diharapkan akan dapat meningkatnya kualitas pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan perkebunan. Termasuk dalam hal terwujudnya koordinasi, keterpaduan pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan perkebunan. Hal ini mutlak diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan kritis dan krusial yang melibatkan lintas sektoral.
Penyusunan rencana induk pembangunan perkebunan bukan hanya untuk kepentingan Pemerintah Provinsi. Melalui RIPPBUN, akan diupayakan peningkatan pendapatan pelaku usaha perkebunan. Pada akhirnya juga sesuai dengan tuntutan UU Cipta Kerja, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan. Sekaligus bermuara pada meningkatnya penerimaan daerah. Semua itu dicapai melalui peningkatan produktivitas, nilai tambah dan daya saing bagi penyediaan bahan baku industri.
Bagaimanapun, pembangunan tak akan ada artinya apabila mengabaikan kelestarian lingkungan, dan keharmonisan kehidupan dengan masyarakat. Semua itu diharapkan akan bisa terwujud melalui penyusunan dan implementasi RIPPBUN Kalimantan Tengah periode 2021-2040.
Penutup
Hajatan politik dalam upaya memilih Gubernur dan Wakil Gubernur dalam bentuk Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2020 telah usai. Demikian pula di Provinsi Kalimantan Tengah. Suasana kontestasi yang semula sangat kuat di tengah masyarakat, kini harus cepat diakomodasi agar menyatu kembali menuju kolaborasi. Intinya, siapapun dan kapanpun seorang Gubernur selaku Kepala Daerah dituntut untuk dapat mewujudkan visi dan misi yang menjadi janji-janji politiknya.
Aktualisasinya tak lain melalui penyediaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan wilayah. Seluruhnya bisa diwujudkan melalui pembangunan sektor-sektor usaha. Sesuai potensi Kalimantan Tengah, pembangunan sektor-sektor usaha berbasis lahan masih akan menjadi prioritas bagi terwujudnya visi Kalimantan Tengah periode lima tahun ke depan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan pembangunan sub sektor perkebunan lima tahun ke depan ? Setidaknya, terdapat empat target utama yang harus diwujudkan. Sebagaimana akan termaktub dalam RIPPBUN Kalimantan Tengah.
Pertama, usaha perkebunan di Kalimantan Tengah harus mampu memenuhi standar ekonomi hijau. Hal ini sesuai dengan visi pembangunan berkelanjutan yang menjadi paradigm pembangunan nasional. Kedua, perkebunan Kalimantan Tengah harus mampu memberikan nilai tambah tinggi dari industri pengolahan produk perkebunan dan turunannya. Tidak bisa lagi hanya berkutat pada komoditas bahan baku atau bahan mentah. Ketiga, pencapaian kualitas produk yang memenuhi standar pasar internasional dimana seluruhnya memiliki entitas resmi alias legal. Tak terkecuali status lahan dan usaha perkebunan, baik petani apalagi korporasi. Seluruhnya seratus persen legal. Persoalan legalitas dan keterlacakan produk perkebunan ini juga menjadi salah satu isu panas dalam pembangunan perkebunan Kalimantan Tengah. Terakhir, perkebunan Kalimantan Tengah harus mampu memberikan manfaat optimal pada para produsen khususnya para petani. Kemandirian lembaga petani dan asosiasi komoditas yang kuat harus menjadi perjuangan bersama demi terwujudnya pembangunan perkebunan yang berkelanjutan. Semoga***
*Tulisan ini adalah opini penulis, tidak merepresentasikan posisi Sebijak Institute terkait dengan isu tersebut.