Dalam rangka memberantas pembalakan liar dan peningkatan perdagangan kayu legal, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan skema nasional penjaminan legalitas kayu sejak 2003. Skema ini dikenal dengan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang diterima oleh Uni Eropa (UE) melalui Lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT). Rencana aksi tersebut didorong dengan Perjanjian Kemitraan Sukarela (Voluntary Partnership Agreement) untuk mencegah kayu ilegal masuk ke pasar UE. Namun, seiring berjalannya waktu, penerapan FLEGT VPA menemui sejumlah tantangan terkait dengan keberterimaan, pengakuan, persepsi, dan insentif pasar.
Kajian studi mengenai perkembangan FLEGT diinisiasi oleh Kedutaan Besar Indonesia di Jerman dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia sq. Multi-stakeholder Forestry Programme Phase 4 (MFP4). Studi ini berkolaborasi dengan Sebijak Institute Universitas Gadjah Mada untuk membahas perkembangan SVLK dari sisi negara produsen dan University of Freiburg untuk melihat implementasi FLEGT di tingkat UE. Diseminasi dilakukan pada 13 September 2022 secara hybrid, dengan peserta luring berada di Hotel Le Meridien di Jakarta dan daring melalui platform Zoom Meeting secara terbatas.
Diseminasi dibuka oleh Bapak Krisdianto S.Hut., M.Sc., Ph.D. selaku Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH) dan Bapak Dr. Arif Havas Oegroseno S.H., M.H selaku Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Federal Jerman. Secara garis besar, keduanya menyampaikan latar belakang dan tujuan utama diadakannya studi ini. Bapak Krisdianto menyoroti tentang rebranding SVLK menjadi sistem verifikasi legalitas dan kelestarian. Disisi lain, Bapak Havas menyoroti tentang implementasi FLEGT di UE, terutama di Jerman.
Pemaparan dimulai oleh Dr. Metodi Sotirov mengenai tujuan diseminasi, yaitu untuk mendiskusikan dan memvalidasi berbagai temuan yang dapat memformulasikan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat peranan instrumen FLEGT dalam dinamika kebijakan dan kerangka hukum untuk legalitas & kelestarian. Terkait penerapan FLEGT di UE, Laila Berning, P.hD. selaku peneliti dari Tim Freiburg University mengemukakan bahwa masih adanya inkonsistensi implementasi FLEGT. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya kesadaran dari seluruh negara anggota UE dan Britania Raya untuk mengimplementasikan dan mengenalkan produk berlisensi FLEGT. Joanne Eckelman, Ph.D candidate dari Universitas Freiburg menambahkan bahwa hanya sembilan negara yang mencantumkan FLEGT sebagai instrumen regulasi berdasar tingkatan perspektif masing masing. Implementasi FLEGT di UE memang sangat kuat di awal pembentukannya, namun seiring berjalannya waktu perlahan melemah. Poin lain yang juga dipaparkan oleh Joanne adalah kebijakan dan cakupan pasar serta dukungannya.
Sisi negara produsen yang dalam hal ini diteliti oleh Prof. Ahmad Maryudi dan tim Sebijak Institute UGM, melihat SVLK dapat mendorong kepatuhan legalitas khususnya pada industri hilir, tetapi tetap harus memperkuat audit antar lembaga yang seragam dan mendorong partisipasi publik secara lebih luas. Adopsi SVLK untuk industri kayu telah meningkat, baik di hulu maupun hilir. Secara umum, industri menginginkan adanya market incentives yang selama ini dijanjikan pemerintah karena belum nampak secara signifikan. Tim Sebijak juga menyoroti tentang keberterimaan SVLK di negara lain (Broader Market Recognition). Tipologi negara berbeda-beda berdasarkan tingkat keberterimaan.
Sesi dilanjutkan dengan diskusi dari berbagai pihak. Terdapat berbagai masukan, utamanya dari para pelaku usaha mengenai posisi perdagangan kayu Indonesia di UE dan VPA countries lainnya. Perluasan pasar dan komitmen EU terhadap FLEGT menjadi diskusi yang cukup panjang dan dinamis di awal sesi diskusi. Pembahasan mengenai SVLK sebagai perbaikan tata kelola pemerintahan juga turut disampaikan oleh Bapak Agus Setyarso. Diskusi ditanggapi oleh Prof. Ahmad Maryudi selaku akademisi negara produsen dan juga Laila Berning, PhD selaku akademisi dari negara pengimpor.
Diskusi ditutup oleh Rapporteur yang disampaikan oleh Dr. Dwi Laraswati terkait beberapa poin yang disorot pada sesi diskusi. Kegiatan ditutup dengan apresiasi singkat dari Direktur BPPHH. Beliau juga menekankan bahwa SVLK tetap bertumpu pada scientific based. Selanjutnya, beliau juga menyampaikan bahwa semua catatan tersebut menjadi pengantar untuk diseminasi selanjutnya yang berlangsung di Berlin dan London.