oleh: Yudo E B Istoto (Senior Expert Partner Wana Aksara Institute)
Hari ini udara segar usaha di bidang kehutanan kembali memperoleh energi. Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan melahirkan kebijakan Menteri LHK No.8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan dan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan merupakan udara segar untuk bertumbuh-kembangnya multiusaha kehutanan.
Multiusaha kehutanan bukan hal baru, sudah ada di PP No.26 Tahun 2007 dan diperbarui PP No.3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan dan Rencana Penglolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Namun, lebih dari satu dekade sektor usaha kehutanan nyaris tidak bergerak, apalagi menggairahkan. Kini, alih-alih di tengah meluasnya gerakan perubahan iklim dan pandemi covid-19 yang mengerem laju ekonomi dan bisnis kehutanan, justru memunculkan harapan praktik kebijakan yang membangkitkan usaha kehutanan.
Pergeseran Basis Izin ke Basis Usaha
Tata hutan, penyusunan rencana pengelolaan hutan dan pemanfaatan hutan merupakan salah satu substansi terpenting pengelolaan hutan. Kebijakan pengelolaan hutan terbaru dinarasikan lebih lugas dan eksplisit, yaitu pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Sudah lazim kegiatan harus berbasis “perizinan” apalagi di hutan negara. Pemegang izin pada hutan produksi memiliki izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam (IUPHHK-HA) atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (IUPHHK-HT). Pengusaha melabeli sistem pengurusan kehutanan sebagai rezim perizinan. Di antara izin multiusaha pemanfaatan hutan adalah pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi termasuk kegiatan perlindungan keanekaragaman hayati; penyelamatan dan perlindungan lingkungan atau penyerapan dan atau penyimpan karbon. Tiga kegiatan terakhir relevan dengan perubahan iklim. Selain kegiatan restorasi ekosistem dan bahkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, komoditas bahan baku nabati untuk biofuel.
Hal menarik dalam dialektika kebijakan dilahirkannya peraturan yang membolehkan digunakan lebih dari satu sistem silvikultur dalam pengelolaan hutan alam dan pada HTI sesuai dengan karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungannya. Dipayungi oleh Peraturan Menteri Kehutanan No.P 11/Menhut-II/2009 tentang Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Atau dikenal Multisistem Silvikultur – sebuah istilah yang salah kaprah, seolah satu sistem silvikultur dapat berlaku untuk berbagai karakteristik sumberdaya hutan dan lingkungan.
Peraturan Pemerintah No.23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan merupakan implementasi dari UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberi fondasi sejarah pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lebih realistis dan menjanjikan. Apabila dikomparasikan dengan PP No.3 tahun 2008 sistem pengurusan kehutanan berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 berbasis perizinan dan sekarang menjadi berbasis usaha. Frasa basis usaha pada diktum pasal 1 PP No.23 tahun 2021 pendefinisian istilah pemanfaatan hutan adalah “kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan” potensi atau hasil hutan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi pokoknya. Secara eksplisit dinyatakan penerapan beberapa kegiatan usaha kehutanan disebut sebagai multiusaha kehutanan. Konsekuensinya istilah IUPHHK diganti PBPH atau Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan. Hal itu diperjelas oleh Peraturan Menteri LHK No.8 Tahun 2021, pada hutan produksi yang dimaksud kegiatan adalah antara lain usaha pemanfaatan jasa lingkungan; usaha pemanfaatan hutan kayu dan HHBK. Penegasan definisi tersebut telah memberikan pemaknaan eksplisit tentang kemunculan paradigma usaha pengelolaan dan pemanfaatan hutan.
Platform Usaha Kehutanan Berkelanjutan
Implementasi multiusaha kehutanan berkelanjutan membutuhkan platform baru. Berkenaan dengan era perubahan iklim dan pembangunan ekonomi hijau. Platfom adalah sistem yang berfungsi memudahkan transformasi kultur berusaha. Platform perubahan iklim meng-utamakan pembangunan rendah emisi, pun pada platform ekonomi hijau untuk meng-harmoniskan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan. Menurut UNEP (2011) ekonomi hijau yaitu ekonomi yang tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan sosial.
Kebijakan Menteri LHK No.8 Tahun 2021 dijiwai oleh UU Cipta Kerja merupakan platform yang jelas dan terukur. Tujuan UU Cipta Kerja untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi. Ekosistem investasi dan kegiatan usaha yang di dalamnya memuat aturan penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, penyederhanaan perizinan berusaha sektor dan penyederhanaan persyaratan investasi. Dengan kata lain telah terbuka lebar peluang investasi multiusaha kehutanan. Pada kelompok usaha pemanfaatan HHBK yang menarik sekaligus sebagai jawaban sektor kehutanan atas tantangan ancaman krisis pangan dunia adalah usaha tanaman pangan. Kesemua fenomena ini menurut istilah Alm. Agung Nugraha (2021), menuju kristalisasi gagasan “Pascakayu” – bukan berarti zaman kayu sudah ditinggalkan tetapi hasil hutan yang lain mulai di-explore lebih mengemuka dari sebelumnya ketika zaman kayu sebagai hasil utama.
Peluang investasi di bidang kehutanan tentu bagi pengusaha adalah hal utama, dan pertama untuk dipikirkan khususnya dalam menentukan tujuan pembentukan usaha sebagai bagian dari rencana bisnis. Terkait hal ini beberapa langkah yang dapat disarankan kepada calon investor adalah : 1) memperjelas peluang usaha yang sesuai dengan passion dan prospektif; 2) menghubungkannya dengan sumberdaya yang tersedia atau dapat diusahakan – bila perlu bermitra; 3) mempersiapkan tim kreatif dan tahan menghadapi ketidakpastian; 4) berbagi visi serta tujuan-tujuan; 5) menyiapkan alat bantu perencanaan bisnis, menyusun rencana kehutanan sesuai waktu dan tempat – bagi pemegang izin yang sudah mempunyai Rencana Kerja Usaha (RKU) tinggal merevisi dan menambahkan jenis usaha baru. Langkah-langkah tersebut sebagai cara memastikan posisi bisnis, bagaimana usaha didirikan, bagaimana menghadapi risiko dan bagaimana caranya bisnis menjadi mesin penghasil uang.
Sebuah perancangan pengembangan bisnis – yang bertujuan keselarasan antara bisnis yang berkesinambungan, bermanfaat secara sosial dan layak secara lingkungan, maka platform usaha kehutanan harus dibangun sejak dari perencanaan bisnis dan perencanaan kehutanan yang matang menurut waktu dan tempat. Perencanaan kehutanan melingkupi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan sebagaimana ketentuan.
Penutup
Telah terbuka peluang bagi para pengusaha dan rimbawan berkontribusi serta berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan memanfaatkan bumi dan air dan kekayaan alam agar dipergunakan sebesar-besarnya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat. Kebijakan multiusaha kehutanan merupakan faktor pendorong pertumbuhan investasi, pengendalian degradasi hutan dan percepatan pembangunan rendah emisi serta ekonomi hijau telah menjadi sebuah keniscayaan. Transformasi menuju implementasi kebijakan multiusaha dari berbasis izin ke basis usaha membutuhkan perubahan kultur usaha berbeda dan diharapkan akan diikuti oleh perubahan layanan birokrasi pendukungnya sebagai bentuk perbaikan iklim usaha. Di samping yang terpenting kebijakan akan benar-benar terimplementasi sesuai platform usaha kehutanan berkelanjutan.
Akhirnya, menempatkan momentum deklarasi “Multiusaha Kehutanan” dalam rangkaian gerbong pembangunan negara ke arah “Indonesia maju” bukan sekadar jargon, tetapi akan merupakan terobosan dari kebekuan sektor kehutanan untuk menggugah kebangkitan sektor kehutanan dalam berkontribusi pada perekonomian bangsa. Semoga !*
*Tulisan ini adalah opini penulis, tidak merepresentasikan posisi Sebijak Institute terkait dengan isu tersebut.
Sumber gambar: Dokumentasi Andita A. Pratama (2019)