Oleh: Agung Nugraha (Direktur Eksekutif Wana Aksara Institute)
Satu lagi buku tentang Jokowi terbit awal Maret 2021 lalu. Masih fresh from the oven. Berjudul “Jokowi Mewujudkan Mimpi Indonesia. Memahami Pembangunan Berbasis Karakter dan Nilai-Nilai Kemanusiaan”. Buku setebal 580 halaman terdiri 16 bab dan 125 sub bab. Sebuah buku yang luar bisa lengkap. Mengupas tuntas teknokrasi pembangunan Indonesia. Sekaligus membeberkan narasi holistik karakter dan nilai yang melandasinya. Tak lain visi, misi dan jati diri yang menjadi akar sejarah sekaligus sosio kultural seorang Joko Widodo. Sang Presiden RI (2015- 2019 dan 2019 – 2024).
Ditulis dengan gaya jurnalisme feature. Renyah dan enak dibaca. Dilengkapi data dan angka akurat. Tervalidasi dari sumber resmi dan sahih. Dari Istana. Tepatnya Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Tidak mengherankan. Sang penulis buku –Darmawan Prasodjo- tak lain adalah mantan Deputi I Bidang Infrastruktur dan Energi KSP. Saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PLN.
Satu hal pasti. Buku ini sangat jauh berbeda dengan buku-buku biografi Presiden RI ke-8 yang marak ditulis pasca terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI periode pertama. Selain sarat narasi kuantitatif, buku ini juga memiliki pendekatan kualitatif yang unik dan khas.
Pertama, penulisan buku berasal dari intensitas interaksi penulis dengan subyeknya langsung. Joko Widodo. Kedua, buku ini dilengkapi kajian hampir seluruh buku biografi tentang Jokowi yang pernah terbit. Tak kurang dari 70 buku. Ketiga, selain kata pengantar langsung Jokowi, buku ini juga dilengkapi 8 komentar pembantu Presiden. Mulai Menko, Menteri, Panglima TNI, hingga Gubernur BI. Terakhir, kelebihan buku ini juga dilengkapi dokumentasi super eksklusif Presiden di berbagai kesempatan dan forum. Sebuah buku paripurna.
Karakter dan Nilai Jokowi
Tidak gampang memahami apalagi memaknai buku setebal 580 halaman. Selain butuh waktu, juga harus memiliki kapasitas tentang teknokrasi pembangunan. Termasuk paham aspek sosio kultural sebagai pintu masuk pemaknaan karakter dan nilai-nilai human interest Presiden Jokowi.
Karakter sekaligus nilai paling mendasar kebijakan pembangunan Presiden Jokowi adalah memanusiakan rakyat. Hal itu dilandasi pengalaman pahit masa lalu Presiden Jokowi saat tinggal di Bantara Kali Anyar (Halaman 36). Penuh ketidakpastian dan selalu dicekam ketakutan. Tersebab kebijakan negara yang seringkali melakukan penggusuran atas nama pembangunan. Bahkan kepada anak kandungnya sendiri. Rakyat kecil alias “wong cilik”.
Presiden Jokowi berkaca pada realitas. Rakyat selama berpuluh – puluh tahun seperti tidak merasakan kemerdekaan. Tidak merasakan kehadiran negara. Bagi Presiden Jokowi, membangun dengan karakter dan nilai kemanusiaan sama artinya membangun dengan rasa welas asih dan tepo sliro. Melindungi dan mengayomi serta wajib membahagiakan rakyat. Melalui pemerataan keadilan. Tersebab banyak wilayah terisolasi sehingga banyak rakyat miskin dan tertinggal.
Pengalaman masa lalu yang berat dan penuh keprihatinan memberikan nilai bagi pengembangan karakter Jokowi kecil. Diperkuat garis keturunan leluhurnya yang saling melengkapi. Darah priyayi desa yang mengayomi dan melindungi berasal dari garis keturunan ayah -Wijiatno Notomiharjo- dimana sang kakek –Lamidi Wiryo Miharjo- adalah seorang lurah di Kampung Kragan, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jateng (Halaman 64). Sementara darah enterpeunership yang memberikan Jokowi karakter ulet, pekerja keras dan berani mengambil resiko bersumber dari garis keturunan sang Ibu –Sujiatmi- dimana sang kakek –Wiroredjo- adalah seorang pedagang kayu dari Dusun Gumuk Rejo, Kelurahan Giriroto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jateng (Halaman 60).
DNA dua garis keturunan yang saling melengkapi menghasilkan karakter dan nilai utuh seorang Jokowi. Karakter pemimpin sekaligus enterpreunership. Pekerja keras, efisien, efektif, rajin dan disiplin. Selalu memetakan setiap permasalahan secara komprehensif. Aturan dan kebijakan dibongkar sejauh tak bertentangan konstitusi. Demi memakmurkan rakyat.
Wajib Baca ASN
Buku ini bisa dikatakan buku biografi sekaligus refleksi kinerja Presiden Jokowi hingga saat ini. Karena itu lebih dari sangat pantas direkognisi dan direkomendasi kepada khalayak ramai maupun publik secara luas. Termasuk para elit maupun politisi yang selama ini “gagal paham” Jokowi. Lebih dari itu, buku ini bahkan sangat wajib dibaca seluruh Aparat Sipil Negara (ASN).
Ya, setiap abdi negara memang perlu menyerap karakter sekaligus menginternalisasi nilai-nilai kemanusiaan ala Presiden Jokowi. Demi satunya kata dan perbuatan guna mewujudkan mimpi Indonesia. Lagi-lagi masih sering ditemui para birokrat “gagal paham” soal karakter dan nilai-nilai Jokowi sehingga “gagal total” pula menterjemahkan kebijakan dan program kerja Jokowi.
Diksi “Gagal paham” birokrasi adalah sebuah fenomena sekaligus realitas. Dalam berbagai rapat kabinet, juga dalam pidato – pidato banyak yang tidak paham apa yang sesungguhnya dimaksud dan diminta Presiden Jokowi. Tersebab kesederhanaan dalam berpikir dan bertindak sang pengusaha mebel itu. Birokrasi sudah terbiasa kultur tradisional. Sikap bertele tele dan rumit. Ibarat sebuah program harus dibahas, direncanakan dan diimplementasikan dalam sebuah mata rantai birokrasi panjang. Memakan waktu sangat lama. Bertahun-tahun bahkan konon setelah sang pejabat tidak lagi menjabat.
Banyak diantara jajaran birokrasi awalnya bingung. Lagi-lagi “gagal paham”. Bahkan tatkala realisasi gagasan Presiden Jokowi diaktualisasikan, jajaran birokrasi pun masih belum memahami makna substantifnya. Barulah setelah semua jadi dan hasilnya konkrit, para birokrat mulai paham. Mengerti apa yang dimaksudkan Presiden Jokowi. Sebagai contoh. Pembangunan infrastruktur hanya merupakan bagian dari milestone. Sebuah tahapan menuju ultimate goals (Halaman 196). Tak lain pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan demi kemakmuran rakyat.
Hutan Hijau Kemiskinan Terhalau
Hampir semua bab buku ini memberikan berbagai kajian mendalam yang dibungkus kisah menarik. Dalam dan menyentuh. Juga provokatif. Mulai pariwisata tulang punggung devisa (Halaman 140), infrastruktur dan konektivitas (Halaman 196), energy berkeadilan (Halaman 250), pendidikan memerdekakan (368), kesehatan kekuatan bangsa (Halaman 400), maupun Keadilan Papua (424).
Pertanyaannya, adakah dibahas soal kehutanan ? Jangan khawatir. Jangan pernah meremehkan Presiden yang sarjana kehutanan itu. Ya, soal hutan tentu saja ada. Masuk Bab Hutan Menghijau Kemiskinan Terhalau (Halaman 332). Namun jangan membayangkan tulisan tentang kehutanan yang teknis. Seringkali berputar-putar tak jelas. Tulisan tentang kehutanan di buku ini bermuara pada komitmen besar Jokowi. Menghilangkan ketimpangan akses kelola dan pengusaaan hutan oleh dan untuk rakyat. Melalui program Perhutanan Sosial serta Reforma Agraria. Jokowi hendak memastikan bahwa hutan tidak lagi bersifat A-historis. Tersebab melupakan bahkan meniadakan keberadaan masyarakat. Mengalienasi masyarakat yang sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu menjadi bagian integral ekosistem hutan.
Presiden Jokowi juga berani berpikir paradoks. Tepatnya out of the box. Berani membuka isolasi dan membangun konektivitas. Di berbagai kawasan hutan. Sebuah konsep yang mungkin sangat bertentangan dengan konsep-konsep kehutanan konvensional. Selalu dihindari para rimbawan jadul. Yang umumnya hanya menjadikan hutan sebagai sebuah ruang hampa. Konservasi dan perlindungan ekologi an sich. Zonder pemanfaatan sosial, ekonomi, budaya, maupun religiusitas. Faktanya, hutannya rusak dirambah, kehati pun terancam punah.
Implikasinya luas. Banyak lahan-lahan “idle” maupun remote terisolir. Justru oleh Presiden Jokowi akan dibuka bagi perolehan kemanfaatan dan terwujudnya wilayah-wilayah pertumbuhan ekonomi. Dengan melibatkan banyak sektor. Termasuk pertanian, perkebunan, energi dan kelistrikan. Demi mewujudkan amanat konstitusi. Tak lain pengelolaan sumberdaya hutan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Melalui konektivitas infrastruktur, Presiden Jokowi ingin melahirkan wilayah-wilayah pembangunan yang sebelumnya dianggap muskil ada. Tak lain karena daerahnya sepi “gung liwang liwung.” Menjadi ada karena konektivitas dan terbangunnya infrastruktur. Bahkan menjadi pusat – pusat pertumbuhan ekonomi. Menciptakan lapangan kerja dan lapangan usaha. Bagi terciptanya kemakmuran rakyat. Mencerminkan perkembangan peradaban.
Yang tak kalah provokatif, sebagaimana narasi buku ini apabila hutan memberikan manfaat jelas dari sisi sosial ekonomi kepada warga dengan status penguasaan berkepastian hukum, dipastikan tak akan ada lagi kebakaran hutan dan lahan. Nah, sudah pasti hal ini menimbulkan kontroversi bagi rimbawan konvensional. Apalagi kalau lagi-lagi bukan karena “gagal paham” ?
Penutup
Sebagai penikmat buku, sungguh mengesankan membaca buku ini. Serasa tak ingin terlewatkan satu paragraf, satu kalimat, bahkan satu huruf pun. Pemikiran Presiden Jokowi sangat sederhana. Khas seorang pengusaha. Konkrit tidak bertele – tele. Riil dan nyata. Mimpi mewujudkan Indonesia sejatinya adalah refleksi mimpi rakyat. Bukan mimpi Presiden yang selalu membangun hal – hal monumental. Jokowi bukan hanya mampu mengidentifikasi mimpi rakyat, namun juga memaknainya. Bahkan mengktualisasikan secara operasional. Berani mengeksekusi dan mewujudkan secara riil dan konkrit di lapangan. Walaupun penuh resiko. Semestinya, rimbawan juga bisa menangkap nilai – nilai pada sosok seorang Jokowi. Bukan sebaliknya “gagal paham”.
Akhirnya, sampailan pada sebuah perenungan reflektif. Membayangkan apakah akan ada buku serupa walau tak sama. Tak lain buku “Mewujudkan Mimpi Kehutanan Indonesia”. Membedah seluruh “corrective action” yang kini dilakukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Siti Nurbaya MSc. Sebagai sebuah pondasi bagi terwujudnya kebangkitan kembali kebaradaan hutan dan peran peradaban kehutanan di masa depan. Baik bagi masyarakat lokal, nasional maupun global. Semoga.
*Tulisan ini adalah opini penulis, tidak merepresentasikan posisi Sebijak Institute terkait dengan isu tersebut.
Siapa yg tidak ingin membangun Indonesia seutuhnya, seperti amanah UUD45. Dahulu ini mimpi yg siapapun ingin mewujudkannya, tidak hanya Presiden tapi juga rakyat kecil.
Saat ini yg terlihat adl pembangunan infrastruktur dimana-mana, tak terbendung. Jalan tol, bendungan, penggantian lahan dll yg semuanya memerlukan pendanaan. Sederhana nya investasi besar itu perlu dana luar biasa besar dan sayangnya itu dari utang dan menggelembungkan utang kita ke negara2 investornya. Siapa yg bayar nanti…
Mungkin pertanggung-jawaban hanya dilaporkan & diperlihatkan buktinya, namun efek bayar utangnya ini. Sekarang berapa rata2 utang per kepala anggota masyarakat. Bahkan bayi yg g baru lahirpun sudah berutang. Kasihan kamu2 anak cucuku