oleh: Ramli Ramadhan (Pengurus CV. Lestari Muda Tropika (LMT) Jurusan kehutanan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Ditengah kondisi pandemi yang tidak kunjung membaik, persiapan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru terkendala karena pemerintah terfokus pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi secara nasional. Kementrian PPN/Bappenas sendiri mengumumkan bahwa proses kajian dan persiapan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur tetap berjalan namun tidak dengan pembangunan fisik. Sasaran yang tadinya ditetapkan mulai pada tahun 2020 hingga 2024 tentang pengadaan lahan untuk akses jalan dan sarana prasarana, pembangunan sarpras sumber daya air dan pembangunan bangunan sampai pemindahan IKN di tahun 2024 sangat mungkin akan berubah. Sehingga sembari menunggu pemulihan kondisi ekonomi dan pandemi, masih ada waktu bagi pemerintah untuk memperdalam kajian terutama terhadap perlindungan kawasan hutan yang masuk di sekitar kawasan IKN.
Pemerintah berencana memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara dengan total luas area 256.142,74 hektar. Salah satu urgensi pemindahan IKN ialah mengurangi beban kawasan Jabodetabek. Jakarta sebagai IKN, saat ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi dengan pusat perputaran ekonomi terbesar (80%) sehingga membuat daya dukung lingkungan Jakarta terus menurun. Hal penting lainnya adalah Kalimantan memiliki risiko bencana alam yang minim serta masih tersedia lahan luas untuk pembangunan.
Namun terdapat kekhawatiran terhadap rencana pemindahan IKN utamanya ancaman ekosistem hutan yang berada disana. Hal ini karena kondisi hutan Kalimantan secara umum terus menunjukkan trend angka deforestasi yang tinggi. Menurut Gaveau et al. 2016, dari kurun waktu 1973 hingga 2015, Kalimantan telah kehilangan hutan sebesar 14,4 juta ha. Faktor utamanya ialah ekspansi perusahaan perkebunan sawit sebesar 7,8 juta ha dan industri HTI 1,3 juta Ha. Data deforestasi hingga tahun 2017 masih menunjukkan adanya loss biodiversity secara nasional seluas 0,48 juta ha dimana 0,3 juta ha berada di kawasan hutan alam primer. Pengalaman data diatas, menjadi pengingat pemerintah untuk serius merancang rencana pembangunan IKN dengan memperhatikan keberlangsungan hutan. Tulisan ini hendak menjelaskan mengenai ancaman keberlangsungan ekosistem hutan di lokasi IKN sehingga penting untuk mempertahankan dan merehabilitasi hutan dengan peran masyarakat didalamnya.
Melindungi Kawasan konservasi di Kawasan Calon Ibu Kota Baru
Di lokasi IKN setidaknya terdapat kawasan konservasi esensial seperti Tahura Bukit Soeharto, Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) serta Cagar Alam Teluk Adang. Data Citra Landsat menunjukkan bahwa 34% kawasan Tahura Bukit Soeharto sendiri masuk berada di lokasi IKN. Terdapat pula HLSW yang berbatasan langsung dengan Kawasan IKN. Bahkan ada sedikit bagian kawasan HLSW yang masuk kedalam kawasan IKN. Kawasan konservasi lainnya ialah CA Teluk Adang yang berada di Kalimantan Timur yang menjadi penyangga bagi ekosistem mangrove meskipun berada diluar kawasan IKN.
Keberadaan kawasan konservasi diatas potensial terancam apabila pembangunan IKN tidak memiliki rencana perlindungan kawasan konservasi. Beberapa penelitian menuliskan bahwa Tahura Bukit Soeharto yang memiliki luas 67,776 ha telah mengalami degradasi fungsi hutan terutama akibat alih fungsi kebun sawit hingga pertambangan batu bara. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memulihkan kembali fungsi hutan dan mempertahankan kawasan Tahura tersebut karena berada didalam kawasan IKN. Sama halnya keberadaan HLSW yang sangat penting untuk dipertahankan karena selama ini menjadi daerah tangkapan air bagi masyarakat Balikpapan. Ancaman keberadaa HLSW sama dengan Tahura Bukit Soeharto yakni ekspansi pembangunan industri maupun pemukiman. Setali tiga uang, CA Teluk Adang yang terletak di Kabupaten Paser merupakan ekosistem asli hutan mangrove seluas 12.418,75 ha yang didominasi oleh hutan rawa dan bakau. Kondisi CA Teluk Adang juga terus mengalami degradasi fungsi ekosistem akibat dari pertambakan oleh masyarakat, pemukiman, maupun pembangunan akses bagi pelabuhan batubara. Tidak hanya ekosistem hutan yang terancam, keberadaan populasi satwa liar di tiga kawasan diatas juga terancam. Tahura Bukit Soeharto selain keanekaragaman hayati yang tinggi, terdapat satwa dilindungi yang saat ini statusnya terancam yakni Orang utan (Pongo pygmaeus). Di lokasi HLSW juga menjadi rumah bagi beberapa satwa endemik seperti Bekantan kahau (Nahalais larvatus). Sama halnya dengan CA Teluk Adang yang menjadi rumah berbagai satwa langka. Kementrian PPN/Bappenas sendiri memasukkan rencana rehabilitasi hutan dan lahan serta pembuatan koridor ekologi menjadi prioritas dalam persiapan rencana pemindahan IKN.
Menyelaraskan perlindungan hutan di Kawasan IKN dengan mata pencaharian penduduk
Aspek sosial dan ekonomi masyarakat perlu diperhatikan disamping aspek ekologi.Masyarakat lokal asli di lokasi IKN yang sudah lama tinggal di kawasan dan menggantungkan hidup dari kawasan tersebut perlu untuk diperhatikan dengan mencarikan solusi agar tetap dapat mengakses mata pencaharian mereka. Berdasar data BPS, sebagian besar penduduk di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara masih mengandalkan sektor industri ekstraktif seperti perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Perlu adanya jalan keluar bagi masyarakat yang selama ini bekeja di sektor tersebut. Misal di kawasan hutan, skema seperti Kemitraan Konservasi (KK) atau Perhutanan Sosial menjadi contoh solusi agar masyarakat tetap dapat mengakses sumber daya hutan. Pekerjaan yang bersifat ekstraktif yang berpotensi merubah fungsi hutan perlu dilarang dan digantikan dengan pemanfaatan jasa ekowisata, lingkungan mapun hasil hutan bukan kayu. Sedangkan bagi penduduk baru yang transmigrasi ke lokasi IKN, perlu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran terhadap keberadaan kawasan konservasi disekitar mereka. Pelibatan masyarakat dalam menjaga ekosistem hutan menjadi sangat penting. Semakin tinggi pemahaman masyarakat terhadap wilayah konservasi maka akan terjadi interaksi positif terhadap keberlangsungan kawasan tersebut.
Selain masyarakat, pengembangan kawasan IKN perlu memperhatikan proporsi lahan terbangun dengan kawasan hijau sebagai ruang jelajah satwa. Melihat kondisi habitat satwa yang terfragmentasi seperti di Kawasan IKN dan sekitarnya, pemerintah dianggap perlu unutk merancang jalur koridor kehidupan satwa liar guna mengakomodasi kepentingan perlindungan keanekaragaman hayati. Koridor kehidupan satwa liar ini merupakan areal alami maupun buatan yang menghubungkan dua atau lebih habitat yang saling terpisah. Koridor ini akan mampu meningkatkan laju pertukaran satwa diantara habitat yang terpisah, meningkatkan populasi hewan terancam punah, meningkatkan tingkat keragaman pada lahan yang terisolasi, serta memfasilitasi penyerbukan dan penyebaran biji oleh satwa.
Penutup
Pembangunan IKN di Kalimantan Timur sangat potensial berdampak terhadap ekosistem hutan seperti kawasan Tahura Bukit Soeharto, Hutan Lindung Sungai Wai maupun CA Teluk Adang. Pengembangan kawasan IKN perlu mengedepankan perlindungan lingkungan dengan memperhatikan proporsi lahan terbangun dan kawasan hijau, serta pembuatan jalur koridor bagi satwa. Pelibatan masyarakat melalui ruang akses terhadap SDA dengan menerapkan kaidah perlindungan ekosistem hutan juga menjadi hal utama. Pada akhirnya, dengan waktu yang lebih panjang untuk memperdalam kajian dan rencana pembangunan IKN. Diharapkanpembangunan IKN baru dapat menjadi ibu kota yang ramah terhadap lingkungan dan ekosistem sekitar sehingga nyaman untuk ditinggali
Tulisan merupakan pandangan pribadi, tidak merepresentasi posisi Sebijak Institute***