Rahmat Shah – Ketua Umum Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indoensia
Sudah sebulan lebih, pandemi Corona melanda seluruh penjuru dunia. Sejak ditemukan pertama kali di Wuhan, China akhir tahun lalu, kini Virus Covid-19 telah menyebar lebih di 200 negara.
Sektor pariwisata menerima dampak terparah. Penerbangan, perhotelan, restauran dan usaha rumpun MICE menurun drastis kinerjanya. Termasuk keberadaan Lembaga Konservasi atau popular dengan sebutan kebun binatang (KB). Tidak sedikit yang sudah terancam bangkrut. Bahkan gulung tikar.
Di Neumenster, Jerman, diberitakan KB terpaksa sudah mulai tutup sejak 15 Maret 2020 lalu. Ketiadaan pengunjung dan kebijakan social distancing telah memangkas sumber pendapatan. KB Neumnster pun diambang bangkrut.
Setali tiga uang. Di Amerika KB San Diego, Florida menghadapi ancaman serupa. Berujud kelaparan satwa sebagai akibat kian menipisnya stok pakan. Hal serupa juga dialami Lembaga Konservasi berujud akuarium yag berlokasi di Florida, USA.
Bagaimana halnya kondisi KB di Indonesia ?
Ternyata tak kalah memprihatinkan. Inilah potret kondisi KB yang menjadi anggota PKBSI di seluruh Indonesia. Beserta langkah-langkah penyelamatannya.
Mati Suri
KB atau Lembaga Konservasi memiliki peran yang khas. Multi dimensi. Selain menjadi sarana konservasi satwa dan edukasi tentang keanekaragaman hayati, juga menjadi pusat riset dan penelitian di bidang konservasi satwa. Yang paling poluler, KB juga menjelma sebagai media rekreasi yang mendidik dan terjangkau bagi seluruh kalangan masyarakat.
Selama ini, kegiatan PKBSI beserta ± 60 KB anggotanya memiliki kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi. Kegiatan seluruh KB mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 22,000 orang (PKBSI. 2020). Membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah melalui multiplier effect kegiatan hotel, restoran, transportasi, suplai pakan dan sebagainya. Termasuk berkontribusi langsung terhadap PAD wilayah Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Total jenis satwa yang menjadi koleksi seluruh KB anggota PKBSI sebanyak 4,912 jenis satwa endemik maupun satwa dari berbagai belahan dunia. Terdiri dari jenis karnivora, herbivora, reptilia, unggas, dan berbagai jenis lainnya. Beberapa diantaranya tergolong flagship species yang menjadi icon Indonesia. Sebut misalnya Harimau Sumatera, Orang Utan Sumatera dan Kalimantan, Badak Jawa, dan berbagai jenis satwa iconic lainnya. Jumlah populasi total satwa di seluruh KB sebanyak ± 70,000 ekor. Secara legalitas, seluruh satwa dimaksud adalah asset negara yang bukan hanya wajib dilestarikan. Namun juga dijaga kesejahteraannya.
Ironisnya, hari ini semua KB dalam kondisi mati suri. KB anggota PKBSI di seluruh Indonesia sudah tutup sejak pertengahan bulan Maret lalu. Praktis tidak ada sumber pemasukan bagi pembiayaan kegiatan operasional. Satwa yang notabene asset negara tersebut pun saat ini terancam kelangsungan hidupnya.
Wabah Corona jelas berdampak nyata terhadap jumlah pengunjung. Hingga keputusan penutupan KB mengikuti kebijakan Pemerintah. Jelas memukul jantung operasional. Faktanya, kelangsungan operasional setiap KB anggota PKBSI sebagian besar ditopang dari sumber pendapatan yang berasal dari kegiatan operasional. Tepatnya, bersumber dari penjualan tiket yang terdiri dari tiket masuk, tiket permainan, restauran, parkir dan souvenir atau cendramata dengan prosentase 84,21 %; dan selebihnya bersumber dari dana APBD 15,79 %.
SOS Kebun Binatang Indonesia
KB di seluruh Indonesia sedang menghadapi krisis. Dari hari ke hari kian kritis. Walau memiliki kondisi ketahanan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, namun satu hal yang sama adalah kebutuhan penyelamatan KB di Indonesia. Dukungan dan bantuan nyata dari para pihak.
Salah satu prioritas mendesak bagi kelangsungan hidup KB, khususnya kesehatan dan kesejahteran satwa koleksinya adalah penguatan ketahanan pangan.
Berdasarkan survei internal di lingkup KB anggota PKBSI pada April 2020 ini, ketahanan dan kemampuan KB bervariasi. Khususnya dalam penyediaan pakan satwa koleksinya. Sebagian besar KB memiliki ketahanan pangan satwa kurang dari satu bulan, yaitu sebanyak 92,11 %. Sementara KB yang mampu bertahan menyediakan pakan selama jangka waktu 1- 3 bulan sebanyak 5,26 %. KB yang mampu menyediakan pakan lebih dari 3 bulan hanya berkisar 2,63% (PKBSI. 2020). Jelas kondisinya sudah lampu merah.
Merujuk situasi krisis, hampir seluruh manajemen KB melakukan penyesuaian terhadap manajemen pakan satwa. Mulai dari substitusi, pengurangan porsi hingga pendekatan manajemen pakan lainnya. Tentu tetap bedasarkan pada etika hewan maupun kesehatan dan kesejahteraan satwa. Pertanyaannya sampai kapan ?
Soal lain. Kemampuan pakan tidak selalu terkait dengan persoalan finansial. Ada jenis-jenis satwa tertentu yang membutuhkan jenis pakan khusus. Khas. Yang hanya bisa diperoleh dari supplier khusus dengan perlakuan tertentu. Artinya walau secara finansial tersedia, namun kalau pasokan pakannya justru tidak tersedia karena dampak kebijakan Corona, menjelma menjadi ancaman juga.
Faktor finansial bagaimanapun juga menjadi faktor terbesar bagi kelangsungan ketersediaan suplai pakan. Dari komponen biaya operasional sebuah KB, biaya pakan menduduki peringkat kedua setelah biaya tenaga kerja. Komponen yang juga penting di urutan ketiga besaran biayanya adalah obat-obatan.
Berdasarkan survei internal PKBSI, sampai saat ini kemampuan finansial untuk bertahan bagi para KB bervariasi. KB yang memiliki kemampuan finansial untuk operasional kurang dari satu bulan sebanyak 23,68 %. Sementara KB dengan kemampuan finansial selama jangka 1 – 3 bulan sebanyak 34,21 %. Dengan kemampuan biaya operasional lebih dari 3 bulan hanya sebanyak 18,42 %. Yang memprihatinkan, KB anggota PKBSI yang menyatakan lempar handuk alias sudah tidak memiliki kemampuan finansial sama sekali sebanyak 23, 68 %.
Bantuan Penyelamatan
Semua pihak dalam posisi krisis. Pemerintah sudah menetapkan kebijakan untuk membantu penanganan wabah beserta dampaknya. Termasuk penyelamatan berbagai sektor usaha agar mencegah kebangkrutan. Matinya ekonomi diyakini justru akan menjadi “wabah baru” yang tak kalah mematikan.
KB merupakan bagian dari sektor pariwisata yang berbeda dengan jenis pariwisata umumnya/ Apalagi sektor usaha lainnya lainnya yang kini sama-sama terdampak COVID 19. KB memiliki karakter khas, dikarenakan banyaknya koleksi satwa liar dilindungi yang harus tetap terjaga kesehatan dan kesejahteraannya. Semua upaya tersebut membutuhkan ketersediaan pakan dan SDM yang merawat. Semua membutuhkan dana yang tidak kecil.
Dalam konteks ini, PKBSI telah meminta kepada para pihak untuk turut membantu penyelamatan KB di Indonesia. KB sebagai salah satu lembaga yang terikat aturan, PKBSI meminta kepada Pemerintah untuk membantu. Bentuknya antara lain melalui insentif berupa pembebasan pajak tahun 2020/2021 untuk Pajak Penghasilan (PPh 21, PPh 25, PPh 29), Pajak Daerah, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, PKBSI juga sangat mengharapkan adanya bantuan pendanaan bagi penyediaan pakan satwa. Baik melalui alokasi dana APBN maupun APBD kepada para KB di wilayahnya masing-masing.
PKBSI sungguh berharap perhatian, dukungan dan bantuan nyata Pemerintah. Harapannya, agar keanekaragaman hayati satwa di Indonesia tetap terjaga dan lestari. Inilah saatnya membuktikan sebuah ungkapan bijak, “ Besar dan tingginya moral suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana bangsa tersebut memperlakukan satwanya”.
Semoga.