Agung Nugraha – Direktur Eksekutif Wana Aksara Institute
Sejak merebak untuk pertama kali di Wuhan, China, akhir tahun 2019 lalu wabah Corona telah menjadi sebuah bencana global. Pandemi Corona kini telah menyerang tak kurang dari 200 negara. Dengan jumlah pasien terpapar mencapai lebih dari 1 juta orang (Kompas.com/0404).
Sementara data kasus positif Covid-19 terbaru di Indonesia juga terus menunjukkan peningkatan jumlah pasien. Pada hari ini, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mendekati angka 2,000 orang (Tirto.id/0304).
Berbagai infrastruktur pemerintahan, baik kementerian dan lembaga di setiap negara telah berupaya untuk membendung dan mengatasi wabah Corona. Termasuk infrastruktur global seperti lembaga dan badan dunia kesehatan. Maupun badan dunia di bidang sosial, ekonomi maupun keuangan.
Berhasilkah ?
Sejauh ini formula vaksin anti virus Covid-19 belum berhasil ditemukan. Karenanya belum ada negara yang benar-benar berhasil secara total. Mampu mengatasi wabah mengerikan tersebut. Banyak yang masih berjibaku dengan segala daya upaya. Bahkan tidak sedikit pula yang mulai menyerah. Menimbulkan ketidakpastian. Bahkan kebingungan dan kepanikan kini melanda dunia.
Antisipasi yang lamban dan ketidaksiapan infrastruktur maupun kebijakan kesehatan menjadi pintu gerbang masuknya wabah Corona di hampir semua negara. Globalisasi jelas menjadi media percepatan terjadi dan berkembangnya sebuah pandemi global.
Diperburuk cara pandang dan perilaku masyarakat. Umumnya sejak awal masyarakat meremehkan keberadaan dan dampak Corona. Diikuti kepanikan dan ketakutan berlebihan. Menyebabkan pertumbuhan virus Covid-19 kian merajalela.
Seakan mengikuti hukum ketimpangan demografi dan pangan Malthus (1798). Sesuai analog konsep tersebut, pertambahan pasien Corona mengikuti deret eksponensial yang jauh meninggalkan pertambahan infrastruktur kesehatan dan para medisnya.
Kini berdampak pada mulai timbulnya krisis ekonomi, sosial dan budaya. Diprediksi akan mengancam orde ketertiban dan tatanan sosial komunitas. Akankah terjadi situasi chaotic yang tak terkendali ? Wallahualam.
Bangkitnya Altruisme Komunitas
Ditengah resultante ketidakpastian serta ancaman krisis sosial ekonomi yang kian menggerus modal sosial, serta mengancam kohesi dan integrasi sosial sebagai dampak wabah Corona, kita mendengar dan melihat kebangkitan sikap altruis. Ya, tindakan-tindakan individu di berbagai bidang yang melakukan kebaikan bagi sesama. Tanpa pamrih dan seringkali penuh dengan pengorbanan (Durkheim. 1858 – 1917).
Tentu sebuah paradoks. Betapa tidak. Corona mewabah tatkala masyarakat tengah dikepung paham globalisasi. Dengan paradigma materialisme dan hedonisme -yang menumbuhsuburkan sikap individualis- dimana masyarakat melihat sesamanya sebagai orang lain. Bahkan orang asing yang tidak lagi dikenal. Yang lebih parah. Orang lain dianggap kompetitor. Sementara diri sendiri harus menjadi predator yang selalu siap memangsa. Bukan hanya sangat egois, namun juga tidak beradab.
Justru ditengah situasi krisis dan kritis dewasa ini muncul dan bangkit sikap altruis. Sebut yang paling menonjol adalah sikap dan tindakan para medis. Mulai dari dokter, mantri, perawat dan semua sumberdaya yang terlibat dalam aktivitas perawatan dan penyembuhan pasien positif virus Covid-19.
Tindakan mereka yang tanpa pamrih menyembuhkan dan menyelamatkan nyawa puluhan pasien jelas tindakan altruistik. Tersebab karena seringkali dilakukan dengan mengabaikan atau mengorbankan keselamatan diri pribadi.
Ada pula tindakan altruistik yang lain.
Dilakukan para mahasiswa kolektif di Bandung (ITB) yang secara cepat dan spartan. Berhasil membuat prototype alat ventilator yang sangat dibutuhkan pasien Corona. Berhari hari para mahasiswa tersebut berjuang untuk secepatnya bisa mewujudkan alat ventilator. Yang akan mampu membantu memperpanjang dan menyelamatkan kehidupan pasien terpapar virus Covid-19.
Juga tindakan altruistik para pengusaha. Memodifikasi helaian kain menjadi ribuan masker siap pakai. Untuk dibagikan secara gratis. Sekali lagi tanpa timbal balik kepada masyarakat yang membutuhkan. Termasuk pengusaha yang kini memproduksi secara massal alat pembersih dan pembunuh virus Corona. Lagi-lagi semua itu dibagikan secara gratis. Untuk kemaslahatan masyarakat banyak.
Masih adakah tindakan altrustik lainnya.
Tentu saja masih banyak. Termasuk didalamnya adalah tindakan ribuan individu yang secara ikhlas tanpa pamrih berbagi sembako. Bahkan sekedar nasi bungkus kepada kaum papa. Yang kini miskin karena kehilangan pekerjaannya sebagai dampak menurun atau bahkan terhentinya roda ekonomi. Tersebab harus menerapkan kebijakan social distancing demi pemutusan mata rantai virus Corona.
Berbagai tindakan altruistic di atas viral. Di berbagai media dan media sosial. Menjadi buah bibir. Juga menginspirasi. Namun bukan mereka yang mewartakan. Karena sekali lagi, orang-orang yang berbuat altruistik dilandasi oleh sikap pengorbanan. Tanpa pamrih. Semata mata untuk kebaikan orang lain.
Tindakan altruistik sama sekali tidak ada niat mencari ketenaran. Apalagi merefleksikan tindakan transaksional. Sama sekali bukan merujuk pada praktek jual beli untuk mencari keuntungan. Termasuk di dalamnya bukan tindakan untuk memenuhi kepentingan pribadi alias self interest. Mengharap tindakan resiprosikal meskpiun bukan dalam bentuk materi.
Berbagai tindakan altruistik di atas bukan saja merupakan sebuah sikap heroik. Namun juga sangat patriotik. Memaparkan virus yang sama sekali berbeda kepada masyarakat banyak. Bukan virus Covid-19 yang mematikan. Melainkan virus altruisme. Yang memperkuat kohesivitas komunitas. Juga integrasi sosial. Sikap dan karakter untuk berkorban kepada orang lain. Yang akan sanggup menyelamatkan komunitas. Walaupun individu yang bersangkutan harus berkorban nyawa.
Memperkuat dan Memperluas Altruisme
Altruisme adalah inti moralitas. Ia melebihi sikap filantropi yang elegan. Apalagi sekedar sikap karitatif yang seringkali mencerminkan harapan akan resiprositas balas budi atau imbalan. Meskipun tidak selalu dalam bentuk fisik atau materi.
Altruisme menjadi dasar bagi berkembangnya etika dan norma sosial. Setelah memiliki sanksi bagi yang melanggarnya menjelma menjadi aturan. Dimulai dari keluarga inti dan kelompok kerabat. Hingga masyarakat yang lebih luas (Darwin, 1809-1882).
Para ahli ilmu sosial penganut Darwinian meyakini bahwa hanya masyarakat yang memiliki etika, norma dan aturan yang didasarkan pada altruisme adalah masyarakat yang akan mampu bertahan. Bahkan berkembang dengan peradaban besarnya.
Hari ini, rakyat berharap pemerintah segera berfokus pada hal-hal prioritas dan substansial bagi kemaslahatan masyarakat banyak. Tanpa kecuali. Itu sebuah kewajiban. Bukan lagi pilihan. Apalagi ditumpangi dengan self interest yang mencerminkan tindakan transaksional.
Rakyat berharap ada kritik dan kontrol tokoh kritis kepada pemerintah. Termasuk solusi konkritnya. Bukan sekedar mencari panggung. Yang hanya menghasilkan kegaduhan yang tak berarti apapun. Bagi kepentingan masyarakat. Masyarakat sudah paham akan modus dialektik seperti ini. Yang pada akhirnya hanya akan berujung pada politik transaksional.
Rakyat berharap agar para pengusaha lebih menekankan etika sosial. Ketimbang etika ekonomi. Tidak berebut proyek, apalagi proyek bantuan wabah Corona. Tidak lagi berkolusi dengan penguasa. Apalagi demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Semua juga berharap agar masyarakat –termasuk di akar rumput- menegakkan etika moral. Kesantunan dalam bentuk pengendalian diri. Caranya yang paling mudah adalah dengan menghentikan penyebarluasan hoaks. Informasi sesat atau berita bohong soal Corona. Secara sadar atau tidak hal itu telah menebar ketakutan bahkan teror. Membuat situasi makin mencekam. Serta menimbulkan krisis kepercayaan diantara sesama.
Sungguh, saat ini kita semua perlu membangkitkan dan memperkuat sikap dan perilaku altruis. Berbagi empati. Bahu – membahu dan saling menolong. Termasuk berkorban kepada sesama. Tentulah sebisa yang mampu dilakukan. Sebagaimana yang dicontohkan kalangan para medis, mahasiswa, pengusaha dan masyarakat lainnya.
Kini, saatnya kita semua harus mulai turut aktif membangkitkan sikap altruis kepada sesama. Mulai di tingkat individu dan keluarga, antar warga, komunitas hingga negara. Demi keberhasilan membasmi wabah Corona.
Mari membangun empati dan sikap berkorban kepada sesama. Semoga makin banyak tindakan altruistic yang dilakukan ke depan. Tanpa kecuali. **