• UGM
  • Fakultas Kehutanan UGM
  • IT Center
Universitas Gadjah Mada
Sebijak Institute
Fakultas Kehutanan UGM
  • About Us
  • News
  • Research
  • Publication
    • Journal Articles
    • Books
    • Sebijak Facts
  • Policy Forum
  • Flashback
  • Learning Center
  • Sebijak Talks
  • Beranda
  • Policy Forum
  • Kapan Rimbawan (Baca: Sarjana Kehutanan) Perlu Sertifikasi Profesi Insinyur?

Kapan Rimbawan (Baca: Sarjana Kehutanan) Perlu Sertifikasi Profesi Insinyur?

  • Policy Forum
  • 11 February 2020, 09.58
  • Oleh: sebijak-institute.fkt
  • 2

Oleh : Wachjono *)

PENDAHULUAN

Saat  ini sebagian dari para Rimbawan, baik yang lulusnya dengan gelar insinyur, maupun para alumni yang lulus dari Perguruan tinggi dengan gelar Sarjana Kehutanan sudah banyak yang  menyandang gelar  Insinyur Profesional baik IPP, IPM dan IPU. Menyandang gelar profesi bagi sebagian orang merupakan suatu “kebanggaan”, karena sudah mencapai/mempunyai gelar profesi tertentu, disamping gelar yang diperoleh dari Perguruan Tinggi tempat yang bersangkutan kuliah.

Pertanyaannya, apakah pemberian gelar profesi insinyur baik IPP, IPM maupaun IPU  yang sudah  disandang/diterima tersebut sudah mengikuti prosedur dan  mekanisme sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku? Lalu bagaimana aspek legal pencantuman gelar insinyur profesi bagi yang memperolehnya tersebut? Dan bagaimana jika tidak memenuhi aspek legal?

Sebagaimana diketahui bahwa, peraturan perundangan yang mengatur pemberian gelar profesi insinyur dan tentunya termasuk profesi insinyur kehutanan diatur oleh  UU nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran  dan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2019 tentang  Peraturan Pelaksanaan Undang-undang nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Oleh karenanya organisasi profesi insinyur (termasuk bidang keteknikan – kehutanan- ) dalam gerak operasional dan penyelenggaraan sertifikasi profesinya harus dan wajib memberikan pedoman berdasar regulasi tersebut.

CAKUPAN PROFESI INSINYUR

Posisi insinyur bidang  kehutanan sebenarnya ada pada bidang keteknikan Pertanian dan hasil pertanian . Untuk lebih jelasnya  posisi dari Bidang keinsinyuran, sebagaimana  diatur oleh  UU nomor 11 tahun 2014 pasal 5 adalah :

  1. pendidikan dan pelatihan teknik/teknologi;
  2. penelitian, pengembangan, pengkajian, dan komersialisasi;
  3. konsultansi, rancang bangun, dan konstruksi;
  4. teknik dan manajemen industri, manufaktur, pengolahan, dan proses produk;
  5. ekplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral;
  6. penggalian, penanaman, peningkatan, dan pemuliaan sumber daya alami; dan
  7. pembangunan, pembentukan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset.

Selanjutnya ketentuan lebih lanjut mengenai cakupan disiplin Teknik Keinsinyuran dan cakupan bidang Keinsinyuran diatur oleh pasal 5 , PP 25 tahun 2019  meliputi :

  1. kebumian dan energi;
  2. rekayasa sipil dan lingkungan terbangun;
  3. industri;
  4. konservasi dan pengelolaan sumber daya alam;
  5. pertanian dan hasil pertanian;
  6. teknologi kelautan dan perkapalan; dan
  7. aeronotika dan astronotika.

Sengaja kami berikan huruf miring untuk yang “kira-kira” terkait dengan profesi Insinyur Kehutanan, yaitu Teknik Keinsinyuran konservasi dan pengelolaan sumber daya alam; dan Teknik Keinsinyuran pertanian dan hasil pertanian.

 

Namun sesuai pasal 5 huruf e PP nomor 25 tahun 2019, disiplin teknik pertanian dan hasil pertanian sebagaimana paling sedikit meliputi:

  1. teknik pertanian;
  2. teknik industri pertanian;
  3. teknik kehutanan;
  4. teknik hasil pertanian; dan
  5. teknik peternakan.

Dengan melihat pasal 5 huruf e Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2019 tersebut,  maka jelas profesi Insinyur  kehutanan merupakan bagian dari disiplin Teknik Pertanian dan Hasil Pertanian.

PROSEDUR DAN MEKANISME SERTIFIKASI INSINYUR (TERMASUK SARJANA KEHUTANAN)

Setiap pribadi yang mempunyai keahlian dan atau kompetensi  tertentu suatu saat juga perlu pengakuan professional. Untuk itu tidak ada salahnya jika para rimbawan ( baca para sarjana kehutanan baik yang senior maupun yang junior), mencari bukti pengakuan kompetensi tertulis yang terkait dengan profesinya. Sebagian para rimbawan senior akan mengabaikan perlunya sertifikasi profesi insinyur dan sebagian yang lain masih ada juga memerlukan bukti pengakuan profesi dan kompetensi keinsinyurannya. Bagi rimbawan – rimbawan muda tentunya bukti pengakuan profesi ini bisa jadi suatu keniscayaan karena terkait dengan karier yang bersangkutan.

Bagaimana kalau para rimbawani ingin mendapatkan pengakuan profesi sebagai insinyur ?

Sebagaimana diatur oleh  UU nomor 11 tahun 2014 pasal 8, bahwa yang berhak memberikan gelar profesi insinyur (tentu saja termasuk insinyur kehutanan) adalah penyelenggara program profesi  yaitu Perguruan Tinggi yang memenuhi persyaratan. Sebagaimana amanah Pasal 6 ayat (4), Program Profesi Insinyur diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan Kementerian terkait, PII, dan kalangan industri dengan mengikuti standar Program Profesi Insinyur . Dengan substansi pasal ayat 4 tersebut untuk penyelenggaraan program profesi insinyur ini, diperlukan tersedianya Standar Program Profesi Insinyur.

Pemahaman sebagaimana disampaikan diatas , maka penyelenggaraan program profesi insinyur (IPP, IPM dan IPU), tentunya harus sesuai dan berdasar dengan standar program profesi insinyur. Dalam prakteknya penyelenggaran program profesi insinyur, diatur sebagaimana oleh  PP 25 /2019 pasal 13 ayat 1, juga bisa dilakukan melalui mekanisme RPL (rekognisi pembelajaran lampau) dan ini diperuntukkan bagi para insinyur yang berpengalaman. Dengan demikian sertifikat profesi insinyur (IPP, IPM dan IPU), di berikan oleh Perguruan Tinggi pelenggara program profesi (PP 25/2019 pasal 16).

Timbul pertanyaan, sudah adakah standar Program Profesi Insinyur (baca profesi ininyur kehutanan)?

Untuk diketahui sesuai UU 11 tahun 2014 pasal 6. bahwa Standar Program Profesi Insinyur, ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional, yang disusun atas usul perguruan tinggi penyelenggara Program Profesi Insinyur bersama dengan Menteri yang membina bidang Keinsinyuran dan Dewan Insinyur Indonesia.

Jika jawabanya bahwa  standar Program Profesi Insinyur sudah ada, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah  para rimbawan penerima sertifikat insinyur professional baik IPP,IPM dan IPU mekanisme dan prosedurnya sudah sesuai amanah dari peraturan yang harus dipedomani? Tentunya yang bisa menjawab adalah lembaga / instansi/ organisasi yang menerbitkan sertifikat insinyur profesional tersebut.

PRAKTEK KEINSINYURAN DAN SURAT TANDA REGISTER INSINYUR (STRI).

Seorang insinyur yang telah mendapat gelar  profesi insinyur  (IPP, IPM, IPU), tentunya mengikuti mekanisme dan prosedur  yang sesuai dengan  UU nomor 11 tahun 2014 dan PP tahun 2019, dan perlu datang ke PII untuk dicatat (UU 11/2014 pasal 8  ayat 2).

Ketika seorang insinyur profesional akan melakukan praktek keinsinyuran, mereka harus mendapatkan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) dari PII (PP 25/2019 pasal 17 dan pasal 18) yang di terbitkan oleh PII , yang secara  ringkas menerangkan hal – hal sebagai berikut:

  1. Person pemegang Sertifikat profesi insinyur (IPP ; IPM dan IPU)
  2. Kualifikasi pemegang sertifikat profesi (IPP ; IPM ; IPU) yang dicatat Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
  3. Pemegang sertifikat profesi insinyur mengikuti Uji kompetensi insinyur ke Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), jika lulus uji kompetensi maka yang bersangkutan mendapatkat sertifikat kompetensi insinyur.
  4. Jika pemegang sertifikat profesi insinyur (IPP ; IPM ; IPU) akan melakukan praktek keinsinyuran (termasuk insinyur bidang keteknikan kehutanan), maka mereka perlu datang ke PII untuk meminta Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI).
  5. PII akan menerbitkan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI), berdasar sertifikat kompetensi insinyur yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi.

PII akan menerbitkan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) kepada pemohon jika pemegang sertifikat profesi insinyur  sudah memiliki sertifikat kompetensi insinyur yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Ketika pemohon STRI belum memenuhi persyaratan tersebut,  tentunya PII tidak akan menerbitkan STRI .

Dibawah ini disajikan alur proses pemberian STRI bagi anggota PII (pemohon) yang akan berpraktek keinsinyuran.

Dengan uraian diatas,maka ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab :

  1. Sudah adakah regulasi baik pada level PP, Perpres, Peraturan Menteri yang mewajibkan, bahwa sarjana kehutanan (Insinyur Professional keteknikan Kehutanan) yang akan berpraktek keteknikan kehutanan yang mensyaratkan kepemilikan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) ?
  2. Sudah adakah standar berupa prakondisi penyelenggaraan sertifikasi profesi insinyur (termasuk bidang keteknikan kehutanan) yang merupakan pesyaratan wajib?
  3. Sudah adakah Perguruan Tinggi program Profesi bidang Keteknikan Kehutanan? jika sudah ada pertanyaan selanjutnya apakah para pemegang sertifikat profesi (IPP ; IPM dan IPU) sertifikatnya didapat sesuai prosedur dan mekanisme UU nomor 11 tahun 2014 yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi ?
  4. Sudah adakah Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang mempunyai ruang lingkup sertifikasi kompetensi insinyur ?

Yang penulis ketahui, dari empat pertanyaan pokok yang terkait dengan sertifikasi profesi insinyur dan sertifikasi tersebut diatas jawabannya adalah “belum seluruhnya ada” . Jika belum seluruhnya ada, bagaimana para “rimbawan” yang sudah mendapat sertifikat Profesi Insinyur Keteknikan Kehutanan? Jawabnya antara lain :

  1. Baca secara tuntas aturan yang mendasari sertifikasi profesi insinyur kehutanan yaitu UU nomor 11 tahun 2014 dan petunjuk pelaksanaanya yang diatur oleh Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2019, yang sebagian sudah saya tuliskan diatas.
  2. Para pemegang Sertifikat Profesi Insinyur keteknikan Kehutanan (IPP; IPM dan IPU) , bisa restrospeksi antara lain :
  • Melihat (mencermati) sertifikat profesi yang sekarang di miliki : lembaga penerbitnya, siapa penandatatangan pada sertifikat tersebut , sesuai /tidak dengan peraturan perundangan ?
  • Bagaimana mekanisme dan prosedur penerbitannya ?
  • Sertifikat profesi Insinyur yang saya miliki ini bagaimana ?
  1. Menelaah langkah dan jalan lain yang sesuai peraturan perundangan untuk sertifikasi profesi insinyur .

PENUTUP

Tulisan ini sekedar memberikan informasi bagi yang memerlukan, baik insinyur kehutanan, para sarjana kehutanan maupun para praktisi yang bekerja pada  sektor kehutanan. Khususnya bagi para insinyur dan sarjana kehutanan baik yang belum mendapatkan sertifikat profesi insinyur maupun yang sudah mendapatkan sertifikat profesi insinyur sebagai salah satu referensi.

*) Anggota Persaki, Wakil Ketua Pelaksana LSP Rimbawan Indonesia (LSP-RINO); Master Asesor BNSP ; Anggota Dewan Etik Asosiasi ; Asesor Kompetensi Sektor LHK ; Asesor Indonesia (AAI); Anggota DPP Masyarakat Standar (Mastan).

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Comment (2)

  1. Tommy R 4 years ago

    mengiring seseorang utk diakui sebagai insinyur melalui wadah yg sdh ada uu sangatlah baik tapi perlu juga dipikirkan biayanya… cukup mahal..!

    Reply
  2. Pamansam 3 years ago

    Tulisan yg sangat mencerahkan.

    Salam Rimba

    Reply
Universitas Gadjah Mada

SEBIJAK INSTITUTE
Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada
Jl. Agro, Bulaksumur No.1, Yogyakarta 55281

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju