Ahmad Maryudi (Sebijak Institute)
Desember ini saya akan ngadem sebentar di Jerman. Sekedar mengendorkan urat syaraf yang digas pol setahun penuh. Rencana akan balik pesantren Goettingen University, sowan guru ngalap barokah. Ada juga rencana bersua dengan beberapa kolega di Hessen Forst, setelah terakhir ke sana 2 tahun yang lalu.
Hessen Forst, kalau di kita ya semacam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) lah. Atau semacam Kesatuan Pemangkuan Hutan (juga KPH)-nya Perhutani. Perusahaan ini diberi mandat untuk mengelola hutan di negara bagian Hessen. Di Jerman, hutan menjadi urusan masing-masing negara bagian (Landes), bukan urusan Pemerintah Federal (Bundesregierung).
Hessen merupakan negara bagian terhijau di Jerman. Ya, sekitar 42% lahan di sana adalah hutan. Negara bagian ini juga merupakan salah satu produsen kayu terbesar. Semacam dodo menthok-nya Jerman. Dan hutan disana dikelola dengan baik, berkelanjutan. Boleh kata, Jerman akan selalu jadi rujukan pengelolaan hutan lestari. Bahkan kelestarian hutan juga dikonseptualisasikan di sana, 200 tahun yang lalu.
Kewenangan Kepala KPH (KKPH)
Ada satu hal yang selalu saya ingat, sejak pertama bertemu dengan KKPH Hessen Forst 10 tahun lalu. Dia mengenakan topi laken berhias bulu burung (entah apa). Yang pasti, dia mengatakan itu merupakan sebuah simbol kewenangan dalam mengelola hutan.
Ya benar, pemerintah Hessen (Kementerian Lingkungan, Energi, Pertanian dan Perlindungan Konsumen) hanya memberi semacam garis besar pengelolaan hutan. KPH diberi ruang yang luas untuk berinovasi dan berimprovisasi, dari urusan tanam-menanam, pemanenan, marketing, penganggaran keuangan, kerjasama, pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya. Apapun boleh, beres dan aman, sepanjang tidak keluar dari rel.
Beda dengan KPH Perhutani
Perhutani juga menerapkan hal yang sama, di masa silam. Secara ilmu kelola hutannya ya berasal dari Jerman juga. Terus terang saya bersimpati dengan ADM/ KKPH Perhutani saat ini. Kewenangannya dipangkas habis. Bermula dari urusan marketing yang diberikan ke General Manajer Kesatuan Bisnis Mandiri. Padahal urusan bisnis kehutanan juga bagian dari pengelolaan. KPH sejatinya sudah merupakan kesatuan bisnis. Berikut urusan-urusan lainnya seperti keuangan/ penganggaran. ADM/ KKPH terlihat hanya diberi tugas terkait permudaan dan pembangunan hutan. Jenis tanaman pun ditentukan dari atas. Boleh kata, ADM/ KKPH tidak lebih dari sekedar mandor tanam. Maaf!
Dengar-dengar, hal ini karena (salah satunya) kasus-kasus penyalahgunaan kewenangan ADM. Jika benar, seharusnya yang perlu diperbaiki adalah mekanisme pengawasan internal. Bukannya membongkar tata laksana organisasi perusahaan yang sudah benar. Hemat saya, ini kontraproduktif.
Kewenangan harus lebih besar
Perhutani mungkin sudah lupa makna ADM(inistartur)/ KKPH, yang mengampu dua fungsi: bestuur (administrasi/ pengurusan) dan beheer (pengelolaan). Fungsi beheer ya seperti apa yang dilakukan Hessen Forst. Sedangkan bestuur berkaitan dengan penetapan garis-garis kebijakan, lebih dari sekedar operator pengelolaan. Bukti? Otoritas pengelolaan hutan produksi dan lindung Perhutani lepas dari pemerintah daerah. Faktanya? Otoritas KPH hanya mencakup beheer, itupun KW-5.
Tantangan dan permasalahan hutan Perhutani semakin kompleks, berbeda daerah satu dan lainnya. ADM harus diberi peran dan kewenangan lebih, dan bukannya diamputasi seperti sekarang ini. Mereka tahu kondisi lapangan, dan itu modal. Mereka juga cukup berpengalaman. Perlu paling tidak 15 tahun untuk menduduki posisi ADM.
Beri kesempatan bagi mereka berkreasi dan berinovasi, yang penting hutan lestari, masyarakat sejahtera, perusahaan untung. Saya mempercayai, ini akan menyemangati dan menggairahkan mereka dalam bekerja, untuk menunjukkan bahwa mereka mampu mengelola hutan dengan baik.*
Mantab mas …Sarujuk…