Wachjono – Wakil Ketua Pelaksana LSP Rimbawan Indonesia (LSP-RINO)
— Ada pertanyaan dari beberapa kawan Insinyur Kehutanan dan para sarjana kehutanan mengenai perlukah ada sertifikasi profesi. Maka jawabannya bisa ya dan bisa juga tidak perlu, karena sertifikasi pada dasarnya ada 3 kategori yaitu: sukarela, disarankan (recommended) dan wajib (mandatory).
Sertifikasi insinyur, termasuk sarjana kehutanan telah diatur oleh UU nomor 11 tahun 2014 dan PP nomor 25 tahun 2019. Sesuai UU 11 tahun 2014 pasal 6 tentang Insinyur, untuk menjamin mutu kompetensi dan profesionalitas layanan profesi Insinyur, dikembangkan standar profesi Keinsinyuran yang terdiri atas :
- Standar layanan Insinyur, merupakan standar yang ditetapkan oleh Menteri yang membina bidang Keinsinyuran atas usul PII.
- Standar kompetensi Insinyur, merupakan standar yang ditetapkan oleh Dewan Insinyur Indonesia bersama menteri yang membina bidang Keinsinyuran.
- Standar Program Profesi Insinyur, merupakan standar yang ditetapkan oleh Menteri yang disusun atas usul perguruan tinggi penyelenggara Program Profesi Insinyur bersama dengan menteri yang membina bidang Keinsinyuran dan Dewan Insinyur Indonesia.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengenai siapa yang berhak memberikan gelar profesi insinyur (tentu saja termasuk insinyur kehutanan). Sesuai pasal 8 UU nomor 11 /2014, penyelenggara program profesi adalah perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan, sebagaimana amanah dari UU tersebut.
Program Profesi Insinyur diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan kementerian terkait, PII, dan kalangan industri dengan mengikuti standar Program Profesi Insinyur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4). Dengan pemahaman tersebut, maka penyelenggaraan program profesi insinyur tentunya sesuai dengan standar kompetensi insinyur (IPP, IPM dan IPU).
Dalam implementasinya berdasarkan PP 25 /2019 pasal 13 ayat 1, program profesi insinyur juga bisa dilakukan melalui mekanisme RPL (rekognisi pembelajaran lampau) dan ini diperuntukkan bagi para insinyur yang berpengalaman. Dengan demikian sertifikat profesi insinyur di berikan oleh PT penyelenggara program profesi seperti yang tercantum pada PP 25/2019 pasal 16.
Kemudian timbul pertanyaan mengenai sudah adakah standar Program Profesi Insinyur untuk profesi kehutanan?
Seorang insinyur yang telah mendapat gelar profesi insinyur (IPP, IPM, IPU), perlu ke PII untuk dicatat (UU 11/2014 pasal 8 ayat 2). Kemudian seorang insinyur profesional yang akan melakukan praktek keinsinyuran, harus mendapatkan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) dari PII (PP 25/2019 pasal 17).
Selanjutnya untuk mendapatkan STRI dari PII, insinyur professional harus mempunyai sertifikat kompetensi insinyur (PP 25/2019). Dan sertifikat kompetensi insinyur diperoleh setelah yang bersangkutan lulus uji kompetensi, yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi profesi (LSP) sesuai ketentuan perundangan (PP 25/2019 pasal 18). Uji kompetensi insinyur oleh LSP tentu saja akan menggunakan standar kompetensi insinyur yang dalam ranah sertifikasi disebut standar khusus (SKK) sebagaimana Perpres nomor 12 tahun 2012.
Dengan uraian diatas, maka penyelenggaraan sertifikasi profesi insinyur membutuhkan setidaknya 3 pilar pokok yaitu:
- Perguruan tinggi penyelenggara program profesi insinyur, yang akan memberikan gelar profesi setelah peserta lulus baik melalui pendidikan atau RPL.
- PII yang mempunyai peran mencatat dan memberikan Surat Tanda Registrasi Insinyur (STRI) bagi yang akan praktek keinsinyuran, serta mengembangkan profesi dan tentunya menerapkan kode etik profesi.
- Lembaga sertifikasi profesi yang dibentuk sesuai peraturan perundangan. LSP mempunyai peran melakukan uji kompetensi sesuai standar kompetensi insinyur.
Sertifikasi profesi insinyur (baca: kehutanan) bisa diakui dan menjadi suatu kebutuhan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
- Perlu ada regulasi bisa pada tataran UU, PP atau Peraturan Menteri yang membidangi sektor kehutanan, yang memuat perlunya sertifikasi profesi insinyur dan praktek keinsinyuran (sertifikasi mandatory).
- Perlu disusun Standar Layanan Insinyur; Standar Kompetensi Insinyur dan Standar Program Profesi Insinyur dan ditetapkan sesuai ketentuan
- Pada beberapa perguruan tinggi bisa membuka program profesi insinyur , (baca kehutanan), sesuai peraturan perundangan.
- Adanya LSP yang dibentuk sesuai peraturan perundangan dan mempunyai ruang lingkup uji kompetensi untuk skema insinyur (baca: kehutanan)
Penutup
Tulisan ini sekedar memberikan informasi bagi yang memerlukan, baik insinyur kehutanan , para sarjana kehutanan maupun para praktisi yang bekerja pada sektor kehutanan. Untuk lebih jelasnya bisa di cermati lagi UU no 11 tahun 2014 dan petuntuk operasionalnya PP 25 tahun 2019. Bagi pembaca, selanjutnya bisa menentukan sudah perlukah saya untuk mempunyai gelar profesi insinyur, dan bagi yang sudah mendapatkan gelar profesi insinyur, apakah mekanisme dan prosedurnya sudah sesuai dengan peraturan perundangan.
*) Anggota Persaki, Wakil Ketua Pelaksana LSP Rimbawan Indonesia (LSP-RINO) ; Asesor Kompetensi Sektor LHK; Lead Asesor Kompetensi ; Master Asesor BNSP no REg.MET 000 001067 2008;; Anggota Dewan Etik Asosiasi Asesor Indonesia (AAI); Anggota DPP Masyarakat Standar (Mastan), Asesor Lisensi, Penyusun SKKNI; Penyusun Skema Seritifikasi; Verifikator SKKNI. Asesor SDM.
Untuk menjadi para sarjana kehutanan yang profesionslsaya saya sangat setuju sekali dilakukan uji kompetensi regulasinya sudah ada apa belum..
Setelah kuliah 5 th di fak kehutanan, telah lulus dan berhak menyandang gelar insinyur kehutanan atau sarjana kht, meskinya PII tinggal mendaftar saja