Pengelolaan sumberdaya alam sering dicirikan dengan adanya beragam aktor di berbagai aras: lokal, nasional, dan global. Para aktor tersebut bersaing untuk mendapatkan manfaat dari sumberdaya hutan, baik manfaat ekonomi, sosial, budaya, maupun ekologi.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan cara pandang para aktor atas suatu sumberdaya. Bagi sebagian aktor, hutan/ lahan sering dipadang sebagai komoditas ekonomi untuk menghasilkan laba melalui akumulasi modal atau untuk produksi sumber daya atau produk lain. Sementara bagi aktor lain, hutan dan lahan sering dipandang sebagai warisan budaya, dan sebagainya.
Aktor tertentu akan memiliki kemampuan lebih untuk membuat keputusan, atau berkuasa atas orang lain, dan mampu menciptakan ketergantungan pada mereka, mampu mendapatkan kendali atas sumber daya hutan, dan memutuskan kepada siapa manfaat dapat mengalir.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami masalah keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Keadilan merupakan masalah yang rumit karena setiap aktor memiliki gagasan, persepsi dan pemahaman yang berbeda mengenai apa yang dimaksud dengan keadilan. Penelitian ini akan mengeksplorasi bagaimana para aktor memahami keadilan dan bagaimana mereka berinteraksi satu dengan lainnya.
Dalam penelitian ini, Sebijak Institute akan meneliti dua topik yang berbeda yang dikerjakan oleh dua kandidat doktor. Mei Mei Meilani akan meniliti aspek ekuitas dan keadilan dalam kasus perubahan status kawasan dari hutan produksi menjadi kawasan konservasi (Taman Nasional Sebagau, Kalimantan Tengah). Sedangkan Yubelince Runtuboi akan meneliti kasus pelepasan kawasan hutan (adat) di Papua Barat untuk budidaya pertanian komersial.