Oleh : Yudo E B Istoto (Senior Expert Partner Wana Aksara Institute)
Tradisi politik ketatanegaraan di Indonesia menghendaki Presiden menyampaikan pidato tahunan agenda pemerintah dan RAPBN. Pidato tahunan Presiden Jokowi pada tanggal 16 Agustus 2022 berisi agenda pemerintahan dan RAPBN 2023 disampaikan bertepatan dengan menyambut Dirgahayu RI ke 77 di hadapan MPR, DPR dan DPD.
Dalam pidato tersebut terdapat lima agenda pemerintah. Dua di antaranya berkaitan dengan sektor kehutanan, yaitu hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam, kedua optimalisasi sumber energi dan ekonomi hijau.
Terkait dengan dua agenda tersebut dari pengamatan tampak di berbagai kesempatan, pun dalam pidatonya, Presiden tidak menjadikan faktor geopolitik membebani kehutanan sebagai penggerak utama ekonomi. Sejak Paris Agreement ditandatangani tahun 2016 justru Presiden mengubah haluan dengan mengembalikan hutan ke basis ekosistem atau kembali mengacu hukum rimba asli (true forest law) sebagai momentum aksi koreksi pengelolaan hutan dan lahan.
Harmonisasi Ekonomi dan Lingkungan
Pada era pemerintahan sebelum Presiden Jokowi, atas nama pertumbuhan ekonomi, menjaga neraca perdagangan dan peningkatan kinerja ekspor, sektor kehutanan mendapat beban sangat berat. Diperparah dengan ketidakmampuan memberi nilai semestinya terhadap sumber daya alam khususnya hutan dan lahan beban berat ini berujung pada krisis ekologis.
Perbenturan antara ekonomi dan lingkungan yang dimenangkan oleh dominasi ekonomi dalam hubungan eksploitatif berlebihan harus dihentikan. Artinya kehutanan tidak lagi difokuskan pada hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam, tetapi pada hal-hal strategis lain di antaranya mengefektifkan penggunaan area usaha kehutanan melalui kebijakan multiusaha kehutanan, memperkuat tata kelola hulu-hilir industri berbasis sumber daya hutan dan lahan, penggunaan sumberdaya yang terbarukan, strategi konservasi dan restorasi bentang alam.
Di samping tentu pentingnya melakukan transformasi ke arah ekonomi hijau yang dapat meminimalkan kerugian ekonomi dan memperkecil dampak terhadap lingkungan. Sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan sosial melalui penguatan akses perhutanan sosial, membuka kesempatan kerja dan pelestarian hutan dan lingkungan.
Menerapkan Kembali Hukum Rimba
Hukum rimba pada konteks ini adalah hukum hutan berbasis dinamika ekosistem. Hukum yang didasarkan pada harmoni keseimbangan alam yang dinamis harus menjadi acuan hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam – di dalamnya hutan dan lahan. Inilah perspektif hijau yang merupakan keniscayaan dari bagian penting baik pada skala makro maupun mikro. Kehutanan adalah merupakan salah satu komponen dari ekosistem wilayah atau subsistem pembangunan daerah. Subsistem hutan dan lahan memiliki mekanisme internal ekosistemnya sendiri.
Secara makro, kehutanan berkontribusi terhadap ekosistem pembangunan wilayah. Peranan kehutanan utamanya adalah pengurusan hutan dan lahan untuk mendukung pengembangan sektor-sektor industri lainnya di luar kehutanan serta dan ikut memperkuat mata rantai nilai manufaktur dalam penyediaan bahan baku. Peranan kehutanan yang sangat penting adalah fungsinya sebagai penyangga sistem kehidupan dalam perspektif pembangunan berkelanjutan khususnya pada pilar pembangunan sosial ekonomi dan lingkungan.
Secara mikro, subsistem kehutanan sebagai mengalami dinamika yang memerlukan perhatian terutama pada aspek-aspek konservasi tanah dan air, penjagaan tingkat kesuburan tanah, pemeliharaan stabilitas dan produktivitas ekosistem hutan dan lahan yang berinteraksi dengan ekosistem lain di luar kehutanan. Pada fase ini Marsono, D (2011) menyarankan penggunaan konsep ekosistem terbaru yaitu cukup mengarahkan ke dalam bentuk keseimbangan apapun cara yang digunakan. Alamiah ataupun artifisial.
Penutup
Agenda hilirisasi dan industrialisasi sumber daya alam sektor kehutanan tidak lagi menjadi fokus. Dalam implementasi agenda tersebut tidak dapat dilepaskan dari agenda optimalisasi sumber energi dan ekonomi hijau. Kedua agenda itu saling berinteraksi satu dengan lainnya dan harus dilihat sebagai satu kesatuan ekosistem agar pelestarian hutan dan penjagaan terhadap kerusakan lingkungan dapat dilakukan dengan baik. Semoga!