(08/03) “Theories of Access and Property for Land-Use Governance in Indonesia” menjadi topik utama dalam pertemuan keempat Online Course Environment, Development, and Governance in Indonesia: Theories, Issues, and Trends. Pertemuan keempat Online Course yang merupakan kerja sama Sebijak Institute UGM, Forest and Society Research Group Universitas Hasanuddin, Dala Institute, dan American Institute for indonesian Studies (AIFIS) ini diselenggarakan pada hari Senin, 8 Maret 2021 secara daring melalui platform Zoom. Sebagai invited speaker, hadir Dr. Rodd Myers, Ph.D. yang merupakan environmental social scientist dari Dala Institute.
Dr. Rodd mengawali sesinya dengan membahas latar belakang bagaimana ia mempelajari teori akses dan properti dalam rangka filling the gap, termasuk pergeseran fokusnya dari pertanian ke kehutanan. Memasuki materi utama, Dr. Rodd memaparkan bagaimana properti berkaitan dengan masalah hak (rights) sebagai sebuah klaim yang dapat diberlakukan untuk digunakan atau dimanfaatkan. Klaim dalam konteks properti terdiri dari klaim institusional (berkaitan dengan aktor-aktor dalam aturan sosial), klaim ideasional (pemikiran terbentuk dari posisi dan kondisi), dan klaim psikologikal (berkenaan dengan bagaimana psikologi memengaruhi rasa dan keadilan). Perbedaan perspektif mengenai keadilan itu tampak berbeda antara institusi –yang memandang keadilan dalam kacamata kompensasi dan benefit-sharing— dengan masyarakat yang cenderung fokus pada keadilan dalam konteks klaim atas akses dan kontrol lahan serta keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Kondisi ini juga menimbulkan adanya nilai-nilai kualitatif dan kuantitatif. Dalam politik ekonomi klasik, dikenal istilah use value (nilai penggunaan), labour value (nilai ketenagakerjaan), dan exchange value (nilai perdagangan). Oleh sebab itu, nilai merupakan hal yang bersifat multifaktor. Dr. Rodd mengilustrasikan dengan bagaimana orang-orang tertentu cenderung fanatik dengan produk Apple meski harganya tinggi, tidak hanya karena spesifikasi dan kualitasnya, tetapi juga karena faktor psikologis. Dalam konteks kehutanan, salah satu contohnya adalah bagaimana faktor-faktor seperti asal kayu dan sertifikasi dapat membuat suatu produk kayu lebih mahal dibanding kayu lainnya meski memiliki spesifikasi serupa.
Bahasan mengenai properti ini juga berkaitan dengan legitimasi sebagai proses pengakuan klaim atas properti oleh suatu otoritas (kekuasaan yang dianggap sah) sehingga tercipta ikatan antara suatu properti dengan otoritas. Pada akhirnya, faktor-faktor seperti siapa pihak yang berhak melegitimasi, eksistensi dari legitimasi, dan bagaimana aktor memperoleh dan mengelola legitimasinya menjadi kunci dalam teori mengenai properti.
Dr. Rodd juga membahas mengenai bagaimana perkembangan teori tragedy of the commons yang menyebut bahwa penggunaan lahan komunal cenderung berujung pada kegagalan karena tiap pihak cenderung terus meningkatkan porsi kepemilikannya di lahan komunal tersebut, oleh sebab itu kapasitas penggunaan lahan komunal bisa dikatakan sangat terbatas. Teori ini disanggah oleh berbagai pihak karena tidak semua orang hanya berorientasi pada diri sendiri dan ada aturan dalam masyarakat yang membatasi, oleh sebab itu lahan komunal dapat berkelanjutan selama dikelola dengan prinsip tertentu seperti dikemukakan Elinor Ostrom. Berkaitan dengan hal tersebut, Garrett Hardin sebagai salah satu pencetus teori tersebut telah mengakui bahwa konteks yang lebih tepat dalam teorinya adalah tragedy of the unmanaged commons. Pembahasan ini dilakukan berseling dengan diskusi bersama peserta Online Course, termasuk sedikit menyinggung mengenai akumulasi dan disposesi yang nantinya akan dibahas secara mendalam dalam pertemuan Online Course lainnya.
Menyambung paparan mengenai teori properti, Dr. Rodd lalu membahas terkait teori akses yang mendefinisikan akses sebagai kemampuan mengambil manfaat dari berbagai hal, termasuk objek material, perorangan, institusi, dan simbol. Dalam konteks lahan, akses berkaitan erat dengan perolehan manfaat dari hak pakai (uang, pengetahuan, dsb.), maintenance lahan (vegetasi, keamanan, kebakaran), dan kontrol atau penguasaan lahan. Pembahasan teori akses tidak hanya mencakup akses secara sah, tetapi juga akses tidak sah.
Dalam teori akses, dikenal suatu mekanisme akses struktural dan relasional yang terdiri dari otoritas, pengetahuan, ketenagakerjaan, kapital fisik dan keuangan, hubungan pasar, teknologi, hubungan sosial, dan identitas sosial. Terkait dengan mekanisme tersebut, buku Powers of Exclusion: Land Dilemmas in Southeast Asia (Hall et al., 2011) memiliki sudut pandang menarik mengenai bagaimana adanya akses juga berimplikasi kepada tersingkirnya pengakses lainnya. Pada dasarnya, ada empat faktor yang menjadi powers of exclusion alias kekuatan untuk menyingkirkan (pengakses lain), yaitu regulasi, pasar/market, paksaan, dan legitimasi. Teori akses ini dapat digunakan untuk menganalisis power yang dimiliki oleh pihak-pihak tertentu melalui pengukuran power dan akses yang dimilikinya.