(28/01) Pada hari Kamis tanggal 28 Januari 2021 diselenggarakan webinar dengan topik Kebijakan Kehutanan dalam Pencapaian SDGs. Webinar ini merupakan topik pemungkas dari enam topik webinar yang diselenggarakan sebagai bagian dari kegiatan Online Course yang bertajuk Forest and Nature Conservation: Achieving Sustainable Development Goals (SDGs) kerja sama Sebijak Institute Fakultas Kehutanan UGM dan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) Indonesia. Prof. Dr. Ahmad Maryudi dan Ir. Wandojo Siswanto, M. Sc. menjadi pemateri dalam webinar yang dimoderatori oleh Sekar Ayu Woro Yunita dari GIZ Indonesia ini.
Melalui platform Slido untuk berinteraksi dengan peserta webinar, Prof. Maryudi mengawali sesi pematerian dengan jaring pendapat dan membahas mengenai definisi hutan yang tergantung perspektif bidang masing-masing, seperti sudut pandang silvikultur, ekologi, legal, dan ekonomi. Hal ini menimbulkan variasi perspektif dalam pemanfaatan hutan dan sumber dayanya, mulai dari kayu, pangan, tata air, hingga ekoturisme. Akan tetapi, sifat pemanfaatan SDH yang mutually exclusive menimbulkan kesulitan dalam mensinergikan dan memenuhi keinginan berbagai pihak.
Kebijakan sebagai “social bargaining process” hadir untuk menengahi perbedaan kepentingan ini. Dalam konteks pengelolaan kehutanan, isu utamanya adalah “siapa pengelolanya” dan “untuk apa”. Ada tiga klaim yang muncul terkait dengan posisi SDH, yaitu sebagai kepemilikan tradisional, nasional, dan juga global.
Professor of Forest Policy and Governance Fakultas Kehutanan UGM yang juga Ketua Sebijak Institute ini juga membahas mengenai tren internasionalisasi dalam kebijakan kehutanan yang berkaitan dengan global-domestic policy process. Dalam rezim kehutanan internasional, ada beberapa policy process yang memengaruhi kebijakan kehutanan, mulai dari UNCED, proses-proses di PBB (yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan sektor kehutanan), dan proses-proses tingkat regional. Di luar hal tersebut, kondisi dari suatu negara akan sangat berpengaruh terhadap gaya kebijakan yang diterapkan negara tersebut. Dengan adanya berbagai perbedaan-perbedaan ini, timbul berbagai krisis dalam pranata kehutanan internasional, seperti adanya fragmentasi, kekosongan makna, berbagai kegagalan, pertentangan tujuan dan prinsip, serta kemacetan negosiasi yang selama ini sering kali sulit diatasi.
Paparan dari Prof. Maryudi lalu dielaborasikan oleh Ir. Wandojo dalam pemateriannya yang terkait dengan integrasi antara praktik lapangan dengan kebijakan nasional, khususnya terkait dengan SDGs. Senior Advisor of Forest Climate Change Policy GIZ Indonesia ini menyinggung bagaimana kebijakan SDGs Indonesia berorientasi kepada pembangunan berkelanjutan berdasarkan HAM dan kesetaraan dengan jargon “no one left behind”. Political will Indonesia dalam SDGs ditandai dengan penerbitan PP No.59 Tahun 2017 yang lalu diupayakan pencapaiannya di berbagai sektor, salah satunya kehutanan yang pengelolaannya diujungtombaki oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat tapak.
Ir. Wandojo juga memaparkan prioritas kegiatan teknis untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan, yaitu penyelesaian dan pencegahan masalah, peningkatan kapasitas pengelolaan, mempermudah akses bagi penerima manfaat, menyediakan infrastruktur sosek bagi penguatan kelembagaan. Untuk mengelola manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial dari hutan, diperlukan tindakan pengelolaan hutan lestari (PHL) yang salah satu prasyaratnya adalah eksistensi KPH. Apa yang dilakukan dan dipelajari KPH di tingkat tapak ini juga memiliki pengaruh terhadap kebijakan tingkat daerah, bahkan nasional. Ir. Wandojo mengakhiri pemaparannya dengan berbagi pengalaman FORCLIME sebagai program kerja sama GIZ melakukan upaya upscale untuk membawa hasil pembelajaran FORCLIME di tingkat tapak bersama KPH ke dalam kebijakan tingkat daerah dan nasional.
Materi dari kegiatan ini dapat diakses melalui link berikut ini.
Video online course dapat diakses melalui link berikut ini.