(26/01) Sebijak Institute Fakultas Kehutanan UGM dan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) berkolaborasi untuk menyelenggarakan Online Course Forest and Nature Conservation: Achieving Sustainable Development Goals (SDGs). Sebagai bagian dari Online Course ini, pada hari Selasa tanggal 26 Januari 2021 diadakan webinar mengenai Peran Hutan dalam Pengentasan Kemiskinan. Topik ini merupakan topik keempat dari enam topik yang diangkat dalam Online Course ini.
Pertemuan ini dibawakan oleh Dwi Laraswati dari Sebijak Institute selaku MC dan moderator. Di sesi pematerian pertama, Dr. Muhammad Alif K. Sahide, M. Si. (Associate Professor of Forest and Society Universitas Hasanuddin Makassar) membicarakan akses dan hak terkait sumber daya hutan (SDH) serta kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Dr. Alif memulai dengan menyinggung tragedy of the commons dalam konteks SDH yang terkait dengan penggunaan power dalam pengelolaan sumber daya, termasuk SDH. Dalam konteks ini, negara menjadi pihak yang berwenang atas hutan dan sumber dayanya sebagai common property.
Kondisi ini berkaitan dengan rendahnya kesejahteraan masyarakat hutan dalam beberapa kasus. Hal ini dinilai disebabkan oleh adanya ketidakadilan dalam hal hak dan akses SDH yang sering kali didominasi masalah sistemik seperti perbedaan cara pandang negara dan masyarakat terhadap hutan. Permasalahan hak dan akses tersebut dapat timbul dalam masyarakat yang rentan karena berbagai faktor, mulai dari tereksklusi dari rantai nilai komoditas karena kompetisi dan sistem struktural, memiliki posisi dalam struktur sosial yang lemah karena hubungan patron-client, tidak memiliki faktor produksi (modal dan keahlian) yang kuat, hingga teralineasi dari sistem sosial.
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi dengan berbagai upaya, seperti memberi akses formal yang terkoneksi dengan kelembagaan informal mereka, memperkuat komunal yang mengarah ke keberdayaan, memperkuat aktor yang lemah, memberi informasi yang sempurna terhadap pihak terdisinformasi, dan memberi pelayanan publik yang responsif. Selain itu, pemberian insentif yang memberdayakan, bukan menciptakan ketergantungan, juga menjadi hal yang penting. Di samping hal tersebut, keadilan distribusional (distributional justice) juga merupakan faktor penting sebagai balas jasa terhadap faktor produksi sekaligus pengakuan atas entitas.
Dalam sesi berikutnya, Muhammad Sidiq dari GIZ Indonesia menyambung pemaparan Dr. Alif dengan membahas mengenai implementasi perhutanan sosial. Sistem Perhutanan Sosial yang ada saat ini didasari oleh Permen LHK No. 83 Tahun 2016 yang merupakan kebijakan pembaruan perhutanan sosial yang lebih berkeadilan dan sederhana proses permohonannya, sekaligus lebih terstruktur serta sistematis. Perhutanan sosial terdiri dari skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan plasmanutfah, tata air, ekowisata, dan hasil hutan kayu maupun bukan kayu.
Perhutanan sosial dimplementasikan sebagai pengentasan kemiskinan melalui akses, pembinaan, dan investasi, dengan menjunjung nilai-nilai ekonomi, sosial, ekologi. Dalam implementasinya, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) berperan penting dalam melakukan pendampingan dan kemitraan dalam rangka menghapus kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Sidiq juga berbagi pengalaman dari kegiatan FORCLIME sebagai merupakan program kerja sama GIZ yang salah satunya berfokus mendukung KPH dalam kaitannya dengan perhutanan sosial. Beberapa contoh kegiatan yang menjadi topik antara lain pendampingan ekowisata HD Setulang di Malinau, ekowisata dan embung di KPH Tarakan, dan ekowisata serta agroforestri HD Manua Sadap di Kalimantan Barat.
Materi dari kegiatan ini dapat diakses melalui link berikut ini.
Video online course dapat diakses melalui link berikut ini.