(21/01) Konservasi Hutan: Biodiversitas dan Jasa Ekosistem Hutan menjadi topik yang diperbincangkan dalam webinar pada hari Kamis tanggal 21 Januari 2021. Webinar ini merupakan bagian dari kegiatan Online Course yang bertajuk Forest and Nature Conservation: Achieving Sustainable Development Goals (SDGs) yang diselenggarakan oleh Sebijak Institute Fakultas Kehutanan UGM dan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) Indonesia.
Dimoderatori oleh Dwi Laraswati dari Sebijak Institute, pematerian sesi pertama diisi oleh Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, IPU yang merupakan profesor bidang Wildlife Conservation di Fakultas Kehutanan UGM. Prof. Dr. Satyawan memaparkan bagaimana World Conservation Stategy (WCS) yang disusun oleh WWF, UNEP, dan IUCN pada 1980 menjadi salah satu tonggak upaya konservasi global. WCS disusun dengan dilatarbelakangi keprihatinan atas menurunnya daya dukung bumi dan suplai sumber daya, sementara angka kemiskinan dan kebutuhan sumber daya terus meningkat. Oleh sebab itu, WCS mengukuhkan tujuan konservasi untuk mengatasi kerusakan lingkungan dan kemiskinan dengan memelihara proses ekologi penting dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman genetik, serta pemanfaatan spesies dan ekosistem yang berkelanjutan. Strategi ini diadopsi dalam strategi konservasi nasional berbagai negara, termasuk Indonesia dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.
Di sisi lain, muncul kritik bahwa WCS kurang memperhatikan elemen kemanusiaan seperti pertumbuhan populasi, kehidupan sosial, dan fenomena global berpengaruh seperti Perang Dingin dan krisis moneter. Kritik ini lalu direspons oleh WWF, UNEP, dan IUCN dengan mengeluarkan dokumen Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable Living pada tahun 1992. Dokumen ini berisikan penyempurnaan dari WCS, termasuk pencantuman 9 prinsip konservasi berkelanjutan.
Prof. Dr. Satyawan juga menyinggung mengenai UU No. 5 Tahun 1990 yang mencantumkan terkait definisi dari konservasi SDA hayati. Definisi itu menyebutkan prinsip pengelolaan dan pemanfaatan berkesinambungan. Hal ini sejalan dengan adanya dorongan untuk mengintegrasikan biodiversitas alam dan sosial karena konservasi diharapkan tidak bertentangan dengan kesejahteraan manusia. Definisi tersebut juga menjadi alasan mengapa konservasi semestinya dilakukan di semua ekosistem, tidak hanya di kawasan hutan atau kawasan konservasi.
Terkait dengan pendapat bahwa pendirian kawasan konservasi justru membatasi pembangunan dan meningkatkan kemiskinan, Prof. Dr. Satyawan menyebut bahwa kritik tersebut ada benarnya ketika kawasan konservasi didirikan murni untuk kebermanfaatan lingkungan global (misal: penyerapan karbon) yang tidak relate dengan kepentingan masyarakat lokal. Di sisi lain, ketika kawasan konservasi didirikan dengan memperhatikan tujuan ganda (natural dan sosial), kawasan tersebut dapat bermanfaat bagi warga lokal melalui berbagai aspek seperti pariwisata, jasa lingkungan, HHBK).
Dalam sesi berikutnya, Ismet Khaeruddin dari GIZ Indonesia mengamini pernyataan Prof. Dr. Satyawan bahwa konservasi mestinya dilakukan di semua ekosistem, mengingat pemeliharaan dan peningkatan kualitas keanekaragaman merupakan hal penting yang juga diamanatkan dalam UU. Urgensi konservasi ekosistem juga ditunjukkan oleh besarnya manfaat dari layanan ekosistem terkait penyediaan sumber daya, pengaturan alam, kebudayaan, dan penopang kehidupan. Tak hanya itu, 70% populasi spesies dilindungi ada di luar hutan konservasi.
Sebagai pihak yang berwenang di tingkat tapak, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) berperan penting bagi upaya konservasi, khususnya di kawasan hutan melalui Pengelolaan hutan Lestari (PHL). Idealita distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan diupayakan melalui kegiatan seperti penguatan kapasitas, inventarisasi, perencanaan, pendekatan pasar, kemitraan, dan implementasi prinsip konservasi lingkungan. Sebagai program yang concern terhadap isu hutan dan perubahan iklim, FORCLIME bentukan GIZ turut memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka menyelaraskan produksi, konservasi, dan kepentingan masyarakat. Dalam kaitannya dengan konservasi, KPH Konservasi yang berperan penting dalam menghubungkan habitat-habitat terfragmentasi juga turut disokong oleh berbagai pihak, termasuk FORCLIME. Pada akhirnya, upaya-upaya tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap pencapaian SDGs di tingkat nasional, bahkan global.
Materi dari kegiatan ini dapat diakses melalui link berikut ini.
Video online course dapat diakses melalui link berikut ini.