• UGM
  • Fakultas Kehutanan UGM
  • IT Center
Universitas Gadjah Mada
Sebijak Institute
Fakultas Kehutanan UGM
  • About Us
  • News
  • Research
  • Publication
    • Journal Articles
    • Books
    • Sebijak Facts
  • Policy Forum
  • Flashback
  • Learning Center
  • Sebijak Talks
  • Beranda
  • 2020
  • page. 2
Arsip:

2020

Sebijak Lecture Series #2 “Contribution of mangrove in achieving emission reduction targets”

News Monday, 23 November 2020

!!! WE ARE BACK !!!
Sebijak Institute present :

SEBIJAK INSTITUTE LECTURE SERIES #2
“Contribution of mangrove in achieving emission reduction targets”

With speaker :
Prof. Dr. Daniel Murdiyarso
(Principal Scientist at the Center for International Forestry Research (CIFOR))

Moderator:
Dr. Hero Marhaento, S.Hut., M.Si.
(Lecturer of Faculty of Forestry, UGM)

Save the date!
🗓Thursday, 26 November 2020
⏰10.00 – 12.00 WIB

What will you get :
•E-certificate
•Networking
•Webinar/online read more

Ketua Sebijak Institute masuk dalam World’s Top 2% Scientists 2020

News Friday, 20 November 2020

Prof Dr Ahmad Maryudi masuk dalam daftar World’s Top 2% Scientists 2020 yang dikeluarkan oleh Stanford University bulan ini. Pemeringkatan  yang dipimpin oleh Dr John Ioannidis tersebut menggunakan kriteria/ indikator yang bermutu dan sistem perhitungan yang ketat dan rigid. Sebelum pemeringkatan dilakukan, kriteria dan indikator telah diuji oleh para ahli dan dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi (PLoS Biology).

Dalam daftar yang dipublikasikan tersebut terdapat 42 peneliti read more

Summary Report “Sebijak Institute Lecture Series #1 : Contribution of forestry sector in achieving emission reduction targets”

News Thursday, 19 November 2020

(19/11) Pusat Kajian Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute) Fakultas Kehutanan UGM mengadakan acara Lecture Series dengan judul “Contribution of Forestry Sector in Achieving Emission Reduction Targets” pada hari Kamis, 19 November 2020 secara daring. Acara ini merupakan seri pertama dari tema besar yang mengangkat isu mengenai kesanggupan Pemerintah Indonesia dalam mencapai target penurunan emisi yang dimuat dalam dokumen National Determined Contributions (NDCs). Dokumen ini secara read more

“Sebijak Institute Lecture Series #1 : Contribution of forestry sector in achieving emission reduction targets”

News Tuesday, 17 November 2020

Sebijak Institute proudly presents:

SEBIJAK INSTITUTE LECTURE SERIES #1

“Contribution of forestry sector in achieving emission reduction targets”

on 19 November 2020
10.00 – 12.00 WIB

With speakers :
Dr. Ir. Ruandha Agung Sugadirman, M.Sc. (Director General for Climate Change, Ministry of Environment and Forestry, RI)
Dr. Budhi Satyawan Wardhana (Deputy Coordinator for Planning and Cooperation, Peatland Restoration Agency, RI)

Moderator: Prof. Dr. Ahmad Maryudi (Chairman of Sebijak Institute, read more

“Sebijak Institute Lecture Series”

News Sunday, 8 November 2020

Sebijak Institute proudly presents:

“SEBIJAK INSTITUTE LECTURE SERIES”

on this November 2020

19 Nov 2020 :
Contribution of forestry sector in achieving emission reduction targets

24 Nov 2020 :
Contribution of mangrove in achieving emission reduction targets

27 Nov 2020 :
Indonesia’s government policies toward pursuing food security goals

See you in zoom class!

#SebijakInstitute
#Goodscience
#for
#Goodpolicy

Membumikan Konvensi Global: Menghidupkan Ekonomi Lokal

Policy Forum Tuesday, 20 October 2020

oleh : Ir. Hudoyo M.M., (Plt. Direktur  Jenderal PDASHL, KLHK)

Pembangunan nasional selama beberapa dekade selain telah berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi, juga berdampak terhadap kelestarian lingkungan. Tercermin dari degradasi lahan, menurunnya keanekaragaman hayati dan meningkatnya perubahan iklim. Konsep pembangunan berkelanjutan diyakini menjadi solusi sebagaimana tertuang dalam KTT Bumi (1992) dan KTT Pembangunan Berkelanjutan (2012). Menghasilkan kesepakatan lingkungan global, yaitu read more

Talk Show “Politik Perdagangan Internasional: Pangan, Pasar dan Hutan?” Webinar #5 Dies Natalies Fakultas Kehutanan UGM

News Tuesday, 13 October 2020

(8/10) Pusat Kajian Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute) Fakultas Kehutanan UGM melaksanakan kegiatan Talkshow dalam rangkaian kegiatan Dies Natalies Fakultas Kehutanan UGM yang ke-57. Kegiatan talkshow ini dilaksanakan pada Hari Kamis, 8 Oktober 2020 dengan judul tema “Politik Perdagangan Internasional: Pangan, Pasar dan Hutan?”.

Kegiatan talkshow ini dibuka oleh sambutan dari Wakil Bidang Kerjasama dan Alumni Fakultas Kehutanan UGM, Dr. rer. Silv. Muhammad Ali Imron, S.Hut., read more

Empat Potensi Dampak Kebijakan Omnibus Law di Sektor Kehutanan dan Lingkungan

Policy Forum Tuesday, 6 October 2020

oleh: Fitria Dewi Susanti (Junior researcher, Pusat Kajian  Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute), Fakultas Kehutanan UGM  dan Sadam Afian Richwanudin (Asisten Peneliti, Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT), Fakultas Hukum, UGM

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo, salah satu cita-cita yang berusaha diwujudkan di bidang hukum adalah simplifikasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan untuk memotong berbagai birokrasi njlimet yang rentan dengan berbagai tindakan yang koruptif.

Omnibus law di Indonesia

Perwujudan dari cita-cita “mulia” tersebut adalah munculnya omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja (yang kemudian diubah menjadi UU Cipta Kerja). Di Indonesia, sistem pembentukan undang-undang dengan mekanisme ini merupakan hal yang asing sebab belum pernah dilakukan sebelumnya. Meskipun begitu, di dunia hukum mekanisme ini juga bukan merupakan hal yang baru sebab pernah dilakukan beberapa kali di Negara lain seperti di Kanada dan AS. Namun, mekanisme pembentukan perundang-undangan yang berusaha menggabungkan beberapa Norma yang tersebar dalam beberapa UU ini belum dikenal di Indonesia

Menelisik dari asal-usul bahasanya, ‘Omnibus’ merupakan kata yang digunakan dalam Bahasa Perancis untuk kendaraan sejenis bus yang digunakan untuk mengangkut penumpang dalam jumlah banyak. Secara harfiah, mana dari omnibus di dalam mekanisme pembentukan UU berarti adalah mengangkut beberapa peraturan untuk kemudian disatukan dalam satu UU. Hal ini lah yang juga melatarbelakangi kenapa kemudian di Indonesia UU ini disebut sebagai undang-undang sapu jagat.

Meski mekanismenya belum dikenal di Indonesia, Pemerintah nampaknya begitu ngotot untuk segera mengesahkan UU ini. Bahkan Pemerintah pernah menyebutkan bahwa UU ini akan menjadi kado 100 hari Pemerintahan Jokowi. Walau pada akhirnya tidak terwujud, tapi hal tersebut tidak menyurutkan keinginan besar pembentuk undang-undang dalam hal ini DPR dan Pemerintah untuk segera mengetok palu pengesahan UU ini.

Jauh panggang dari api, pada praktiknya di lapangan proses pembentukan UU Cipta Kerja menghadapi banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat mulai dari akademisi hingga buruh. UU yang digadang-gadang oleh Pemerintah sebagai regulasi yang sederhana dan dapat membuka keran investasi sebagai penopang perekonomian Indonesia ini ditolak oleh kalangan-kalangan yang terdampak langsung oleh peraturan ini, seperti buruh dan petani. Padahal sejatinya pembentuk UU ini memiliki tujuan yang positif seperti penciptaan lapangan kerja, kemudahan perizinan usaha, dan percepatan investasi.

UU Cipta Kerja ini memberi dampak sangat luas hingga ke berbagai sektor seperti riset dan inovasi, pertanahan, administrasi pemerintahan dan tak terkecuali sektor kehutanan. Dampak yang luas ini tentu menjadi pertanyaan tentang bagaimana UU ini dapat mendegradasi nilai-nilai dan jiwa dari norma-norma yang sebelumnya terdapat dalam UU yang mengatur bidang yang terkait.

Posisi dan Potensi Dampak Sektor Kehutanan dan Lingkungan dalam Pusaran Omnibus Law

Sektor lingkungan khususnya kehutanan seperti dipaparkan sebelumnya memang tak luput dari imbas atas rencana pengesahan UU Cipta Kerja, hal ini lantaran pengaturan mengenai penyederhanaan perizinan usaha serta pengadaan lahan menyinggung banyak regulasi bidang kehutanan dan lingkungan. Perubahan mendasar yang terjadi adalah diubahnya beberapa intisari peraturan pokok sektor kehutanan yang terdapat dalam UU No. 41/1999 tentang Kehutanan serta UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berikut merupakan beberapa poin penting perubahan yang ada ketika UU Cipta Kerja ini disahkan:

1.Mudahnya perizinan pemanfaatan
read more

TALKSHOW ONLINE “Politik Perdagangan Internasional : Pangan, Pasar dan Hutan ?”

News Monday, 5 October 2020

Pusat Studi Sejarah dan Kebijakan Kehutanan (Sebijak Institute) bersama dengan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada dalam rangka memperingati Dies Natalis Ke-57 Fakultas Kehutanan mempersembahkan Talkshow Online sebagai bagian dari Webinar Series dengan tema:

Politik Perdagangan Internasional : Pangan, Pasar dan Hutan?

Pembicara:
👤Irfan Bakhtiar, S.Hut., M.Si. (Director of SPOS Indonesia Program, Yayasan Kehati)
👤Prof. Dr. Ahmad Maryudi, S.Hut., M.For. (Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Ketua Sebijak Institute)

Moderator:
👤Dr. Hero Marhaento, S.Hut., M.Si. (Ketua Tim Strategi Jangka Benah Fakultas Kehutanan UGM)

Webinar Seri #5 akan dilaksanakan pada :
🗓 Kamis, 8 Oktober 2020
🕑 Pukul: 09.00-11.00 WIB
🎥 Zoom
🎥 Live Youtube, Channel : Kehutanan UGM

Peserta dapat mendaftar melalui tautan berikut ini:

http://ugm.id/webinardiesfkt5

Fasilitas :
-E-sertifikat
-Materi paparan* (*dengan persetujuan narasumber)

*Pendaftaran ditutup H-1 atau setelah kuota terpenuhi
Link ke zoom diberikan ke email pendaftar pada H-1

Narahubung :

0818 0907 0127 (Andita Aulia Pratama, S.Hut., M.Sc.)

Perlunya Melindungi Ekosistem Hutan di Kawasan Calon Ibu Kota Negara Baru

Policy Forum Monday, 28 September 2020

oleh: Ramli Ramadhan (Pengurus CV. Lestari Muda Tropika (LMT) Jurusan kehutanan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Ditengah kondisi pandemi yang tidak kunjung membaik, persiapan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru terkendala karena pemerintah terfokus pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi secara nasional. Kementrian PPN/Bappenas sendiri mengumumkan bahwa proses kajian dan persiapan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur tetap berjalan namun tidak dengan pembangunan fisik. Sasaran yang tadinya ditetapkan mulai pada tahun 2020 hingga 2024 tentang pengadaan lahan untuk akses jalan dan sarana prasarana, pembangunan sarpras sumber daya air dan pembangunan bangunan sampai pemindahan IKN di tahun 2024 sangat mungkin akan berubah. Sehingga sembari menunggu pemulihan kondisi ekonomi dan pandemi, masih ada waktu bagi pemerintah untuk memperdalam kajian terutama terhadap perlindungan kawasan hutan yang masuk di sekitar kawasan IKN.

Pemerintah berencana memindahkan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara dengan total luas area 256.142,74 hektar. Salah satu urgensi pemindahan IKN ialah mengurangi beban kawasan Jabodetabek. Jakarta sebagai IKN, saat ini memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi dengan pusat perputaran ekonomi terbesar (80%) sehingga membuat daya dukung lingkungan Jakarta terus menurun. Hal penting lainnya adalah Kalimantan memiliki risiko bencana alam yang minim serta masih tersedia lahan luas untuk pembangunan.

Namun terdapat kekhawatiran terhadap rencana pemindahan IKN utamanya ancaman ekosistem hutan yang berada disana. Hal ini karena kondisi hutan Kalimantan secara umum terus menunjukkan trend angka deforestasi yang tinggi. Menurut Gaveau et al. 2016, dari kurun waktu 1973 hingga 2015, Kalimantan telah kehilangan hutan sebesar 14,4 juta ha. Faktor utamanya ialah ekspansi perusahaan perkebunan sawit sebesar 7,8 juta ha dan industri HTI 1,3 juta Ha. Data deforestasi hingga tahun 2017 masih menunjukkan adanya loss biodiversity secara nasional seluas 0,48 juta ha dimana 0,3 juta ha berada di kawasan hutan alam primer. Pengalaman data diatas, menjadi pengingat pemerintah untuk serius merancang rencana pembangunan IKN dengan memperhatikan keberlangsungan hutan. Tulisan ini hendak menjelaskan mengenai ancaman keberlangsungan ekosistem hutan di lokasi IKN sehingga penting untuk mempertahankan dan merehabilitasi hutan dengan peran masyarakat didalamnya.

Melindungi Kawasan konservasi di Kawasan Calon Ibu Kota Baru

Di lokasi IKN setidaknya terdapat kawasan konservasi esensial seperti Tahura Bukit Soeharto, Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) serta Cagar Alam Teluk Adang. Data Citra Landsat menunjukkan bahwa 34% kawasan Tahura Bukit Soeharto sendiri masuk berada di lokasi IKN. Terdapat pula HLSW yang berbatasan langsung dengan Kawasan IKN. Bahkan ada sedikit bagian kawasan HLSW yang masuk kedalam kawasan IKN. Kawasan konservasi lainnya ialah CA Teluk Adang yang berada di Kalimantan Timur yang menjadi penyangga bagi ekosistem mangrove  meskipun berada diluar kawasan IKN.

Keberadaan kawasan konservasi diatas potensial terancam apabila pembangunan IKN tidak memiliki rencana perlindungan kawasan konservasi. Beberapa penelitian menuliskan bahwa Tahura Bukit Soeharto yang memiliki luas 67,776 ha telah mengalami degradasi fungsi hutan terutama akibat alih fungsi kebun sawit hingga pertambangan batu bara. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk memulihkan kembali fungsi hutan dan mempertahankan kawasan Tahura tersebut karena berada didalam kawasan IKN. Sama halnya keberadaan HLSW yang sangat penting untuk dipertahankan karena selama ini menjadi daerah tangkapan air bagi masyarakat Balikpapan. Ancaman keberadaa HLSW sama dengan Tahura Bukit Soeharto yakni ekspansi pembangunan industri maupun pemukiman. Setali tiga uang, CA Teluk Adang yang terletak di Kabupaten Paser merupakan ekosistem asli hutan mangrove seluas 12.418,75 ha yang didominasi oleh hutan rawa dan bakau.  Kondisi  CA Teluk Adang juga terus mengalami degradasi fungsi ekosistem akibat dari pertambakan oleh masyarakat, pemukiman, maupun pembangunan akses bagi pelabuhan batubara. Tidak hanya ekosistem hutan yang terancam, keberadaan populasi satwa liar di tiga kawasan diatas juga terancam. Tahura Bukit Soeharto selain keanekaragaman hayati yang tinggi, terdapat satwa dilindungi yang saat ini statusnya terancam yakni Orang utan (Pongo pygmaeus). Di lokasi HLSW juga menjadi rumah bagi beberapa satwa endemik seperti Bekantan kahau (Nahalais larvatus). Sama halnya dengan CA Teluk Adang yang menjadi rumah berbagai satwa langka. Kementrian PPN/Bappenas sendiri memasukkan rencana rehabilitasi hutan dan lahan serta pembuatan koridor ekologi menjadi prioritas dalam persiapan rencana pemindahan IKN.

Menyelaraskan perlindungan hutan di Kawasan IKN dengan mata pencaharian penduduk

Aspek sosial dan ekonomi masyarakat perlu diperhatikan disamping aspek ekologi.Masyarakat lokal asli di lokasi IKN yang sudah lama tinggal di kawasan dan menggantungkan hidup dari kawasan tersebut perlu untuk diperhatikan dengan mencarikan solusi agar tetap dapat mengakses mata pencaharian mereka. Berdasar data BPS, sebagian besar penduduk di Kabupaten Kutai Kertanegara dan Penajam Paser Utara masih mengandalkan sektor industri ekstraktif seperti perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Perlu adanya jalan keluar bagi masyarakat yang selama ini bekeja di sektor tersebut. Misal di kawasan hutan,  skema seperti Kemitraan Konservasi (KK) atau Perhutanan Sosial menjadi contoh solusi agar masyarakat tetap dapat mengakses sumber daya hutan. Pekerjaan yang bersifat ekstraktif yang berpotensi merubah fungsi hutan perlu dilarang dan digantikan dengan pemanfaatan jasa ekowisata, lingkungan mapun hasil hutan bukan kayu. Sedangkan bagi penduduk baru yang transmigrasi ke lokasi IKN, perlu meningkatkan pengetahuan dan kesadaran terhadap keberadaan kawasan konservasi disekitar mereka. Pelibatan masyarakat dalam menjaga ekosistem hutan menjadi sangat penting. Semakin tinggi pemahaman masyarakat terhadap wilayah konservasi maka akan terjadi interaksi positif terhadap keberlangsungan kawasan tersebut.

Selain masyarakat, pengembangan kawasan IKN perlu memperhatikan proporsi lahan terbangun dengan kawasan hijau sebagai ruang jelajah satwa. Melihat kondisi habitat satwa yang terfragmentasi seperti di Kawasan IKN dan sekitarnya, pemerintah dianggap perlu unutk merancang jalur koridor kehidupan satwa liar guna mengakomodasi kepentingan perlindungan keanekaragaman hayati. Koridor kehidupan satwa liar ini merupakan areal alami maupun buatan yang menghubungkan dua atau lebih habitat yang saling terpisah. Koridor ini akan mampu meningkatkan laju pertukaran satwa diantara habitat yang terpisah, meningkatkan populasi hewan terancam punah, meningkatkan tingkat keragaman pada lahan yang terisolasi, serta memfasilitasi penyerbukan dan penyebaran biji oleh satwa.

Penutup

Pembangunan IKN di Kalimantan Timur sangat potensial berdampak terhadap ekosistem hutan seperti kawasan Tahura Bukit Soeharto, Hutan Lindung Sungai Wai maupun CA Teluk Adang. Pengembangan kawasan IKN perlu mengedepankan perlindungan lingkungan dengan memperhatikan proporsi lahan terbangun dan kawasan hijau, serta pembuatan jalur koridor bagi satwa. Pelibatan masyarakat melalui ruang akses terhadap SDA dengan menerapkan kaidah perlindungan ekosistem hutan juga menjadi hal utama.   Pada akhirnya, dengan waktu yang lebih panjang untuk memperdalam kajian dan rencana pembangunan IKN. Diharapkanpembangunan IKN baru dapat menjadi ibu kota yang ramah terhadap lingkungan dan ekosistem sekitar sehingga nyaman untuk ditinggali

Tulisan merupakan pandangan pribadi, tidak merepresentasi posisi Sebijak Institute***

1234…6
Universitas Gadjah Mada

SEBIJAK INSTITUTE
Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada
Jl. Agro, Bulaksumur No.1, Yogyakarta 55281

Partners

Dala Institute

CIFOR

ICRAF

Rekam Nusantara Foundation

Wana Aksara

Social Media

Instagram

Facebook

Spotify

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju