Wachjono, Master Asesor BNSP, Anggota DPP Masyarakat Standar (Mastan), Asesor SDM
— Tulisan ini bukan berarti saya orang kampus dan/atau orang yang memahami tentang detail regulasi dan sistem dalam penyelenggaraan pada perguruan tinggi di Indonesia. Berawal dari membaca beberapa pasal dari WA grup Permenristekdikti no 59 tahun 2018 tentang ijasah, sertifikat kompetensi, sertifikat profesi, gelar dan tata cara penulisan gelar di perguruan tinggi, yang dikirim oleh kawan, saya jadi teringat ada beberapa kawan (Insinyur , sarjana kehutanan, dll) yang berkiprah pada Kementerian KLHK yang sudah mempunyai gelar Insinyur Profesional Pratama (IPP) , Insinyur Profesional Madya (IPM) dan Insinyur Profesional Utama (IPU).
Pasal 7 ayat (1), UU nomor 11 tahun 2014 , menyatakan bahwa: Untuk memperoleh gelar profesi Insinyur, seseorang harus lulus dari Program Profesi Insinyur. Selanjutnya pada ayat (2), dijelaskan siapa saja yang diperbolehkan mengikuti Program Profesi Insinyur, yaitu:
- sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik, baik lulusan perguruan tinggi dalam negeri maupun perguruan tinggi luar negeri yang telah disetarakan; atau
- sarjana pendidikan bidang teknik atau sarjana bidang sains yang disetarakan dengan sarjana bidang teknik atau sarjana terapan bidang teknik melalui program penyetaraan.
Selanjutnya di dalam ayat (3) diperjelas bagaimana mekanisme penyelenggaraan Program Profesi Insinyur yaitu dapat melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau.
Dengan mencermati substansi pasal 7 tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan gelar profesi insinyur dapat dilakukan melalui Program Profesi Insinyur dan /atau melalui mekanisme rekognisi pembelajaran lampau (RPL), namun sertifikat profesinya tetap diterbitkan oleh Perguruan Tinggi penyelenggara Program Profesi Insinyur. Karena hanya Perguruan Tinggi penyelenggara program profesi insinyur lah yang ditugasi oleh UU 11/2014 untuk memberikan gelar profesi insinyur (baca termasuk teknik kehutanan), dan tidak oleh lembaga/institusi lain.
Bagaimana jika ada person/individu yang sudah mendapatkan gelar profesi insinyur bukan dari innsitusi/lembaga yang syah berdasar peraturan perundangan ? Sesuai dengan Permenristekdikti no 59 tahun 2018 tanggal 20 Desember 2018 pasal 22: gelar profesi dapat dicabut oleh Menteri Ristekdikti jika dikeluarkan oleh:
- PT atau program studi yang tidak terakreditisasi ; dan atau
- Perorangan/organisasi atau penyelenggara PT yang tanpa hak mengeluarkan gelar profesi.
Ada pertanyaan untuk kawan kawan rimbawan yang sudah mendapatkan gelar profesi insinyur (IPP ; IPM dan IPU), lembaga /intitusi apa yang sudah memberikan gelar insinyur profesi tersebut. Saya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, karena tidak ikut terlibat dan memang tidak memiliki gelar profesi insinyur. Jika pemberian gelar profesi insinyur tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundangan, apakah akan terkena sanksi sebagaimana Permenristekdikti no 59 tahun 2018 pasal 22 ?
Adakah Perguruan Tinggi di Indonenesia yang sudah menyelenggarakan program profesi insinyur (baca teknik kehutanan) ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mari kita bahas, tentunya berdasar ketentuan dan perundangan yang punya aspek legal.
Untuk menyelenggarakan program profesi insinyur (termasuk keteknikan kehutanan) ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi, yaitu diatur dalam Pasal 8 UU nomor 11/2019 : Program Profesi Insinyur diselenggarakan oleh perguruan tinggi bekerja sama dengan kementerian terkait, PII, dan kalangan industri dengan mengikuti standar Program Profesi Insinyur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).
Saya ingin menegaskan bahwa untuk penyelenggaraan program profesi insinyur itu juga harus mengikuti dan/atau berdasar pada standar Program Profesi Insinyur. Sesuai UU nomor 11/2014 ,pasal 6 ayat 4 , menyatakan Standar Program Profesi Insinyur ditetapkan oleh Menteri yang disusun atas usul perguruan tinggi penyelenggara Program Profesi Insinyur bersama dengan menteri yang membina bidang Keinsinyuran dan Dewan Insinyur Indonesia.
Untuk menuju proses penetapan Standar Program Profesi Insinyur tersebut ada 4 lembaga/instansi pokok yang berperan, yang dibagi 2 golongan yaitu :
- Lembaga penyusun dan pengusul ada tiga instansi/lembaga sebagai yaitu Perguruan Tinggi penyelenggara program profesi insinyur, Menteri yang membina bidang keinsinyuran (Menteri KLHK) dan Dewan Insinyur Indonesia.
- Lembaga yang menetapkan standar yaitu Menteri Ristekdikti.
Untuk standar profesi insinyur (baca teknik Kehutanan), berdasarkan “info” (surat BKTHUT no 138/BKTHut-PII/STRI-SPI/IX2019 tanggal 20 September 2019) sampai dengan saat ini Dewan Insinyur Indonesia belum terbentuk. Artinya Standar Program Profesi Insinyur masih dalam tahap draf dan/atau bahkan diskusi diskusi awal pada KemenLHK dan/atau Perguruan Tinggi penyelenggara program profesi insinyur.
Persyaratan berikutnya dalam menyelenggarakan program profesi insinyur, memang administratif yaitu bekerja sama dengan kementerian terkait dalam hal ini Kementerian KLHK (untuk profesi keteknikan kehutaanan), PII, dan kalangan industri dengan Perguruan Tinggi penyelenggara program profesi insinyur (baca teknik kehutanan). Apakah persyaratan tersebut sudah dipenuhi ? Ingat bukan kerjasama antara KemenLHK dengan Kemenristekdikti.
Ada 4 (empat) lembaga yang yang terlibat dalam bekerjasama yaitu KemenLHK. PII bisa PII BKHut dan kalangan industri (akan diwakili oleh siapa ?) dan Perguruan Tinggi penyelenggara program Profesi Insinyur (baca teknik kehutanan). Dalam kerjasama 4 instansi tersebut tentunya perlu dirinci hak dan kewajiban dari masing masing pihak.
Sedangkan menurut pasal 10 PP 25/2019 menyatakan, Penyelenggaraan program studi Program Profesi Insinyur oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin Menteri. Selanjutnya Pasal 11, PP 25/2019 menyatakan, Perguruan tinggi diberikan izin untuk menyelenggarakan program studi Program Profesi Insinyur setelah memenuhi persyaratan :
- memiliki peringkat terakreditasi perguruan tinggi unggul atau A;
- memiliki paling sedikit 5 (lima) Program Studi Sarjana Teknik;
- jumlah Program Studi Sarjana Teknik peringkat terakreditasi unggul atau A paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari keseluruhan Program Studi Sarjana Teknik;
- memiliki paling sedikit 6 (enam) dosen tetap pada setiap program studi;
- memiliki jumlah dosen yang telah sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dalam profesi Keinsinyuran;
- memiliki perjanjian kerja sama dengan kementerian terkait, PII, dan/atau kalangan industri; dan
- telah menyusun kurikulum program studi Program Profesi Insinyur bersama dengan PII dan/atau himpunan keahlian Keinsinyuran yang telah terakreditasi oleh PII.
Untuk persyaratan huruf f telah saya bahas diatas, dan untuk persyaratan hururuf a sampai dengan huruf e, kiranya masing masing Perguruan Tingi yang akan menyelenggarakan program profesi insinyur sudah bisa mengukur diri nya sendiri, sudah /atau belum memenuhi persyaratan. Sedangkan persyaratan huruf g, sangat tergantung dengan ketersediaan Standar Profesi insinyurnya, yang sekilas sudah saya sampaikan diatas. Jika sudah tersedia maka relative akan mudah untuk menyusun kurikulumnya, tetapi jika belum tersedia tentunya juga belum bisa menyelenggarakan program profesi insinyur (basca teknik kehutanan).
Penutup
Dengan bahasan tersebut diatas dapat ditarik simpulan antara lain :
- Perguruan Tinggi yang akan menyelenggarakan program profesi insinyur (baca teknik kehutanan), perlu dipenuhi terlebih dahulu prasyarat yang menentukan yaitu ketersediaan Standar Profesi Insinyur, disamping persyaratan tehnis dan adminitrasi yang dipersyaratkan. Padahal standar profesi insinyur (teknik kehutanan) sampai saat ini belum ada, tentunya harus sabar agar tidak menyalahi aturan.
- Bagaimana kalo ada rencana wisuda terhadap pemegang sertifikat insinyur professional (IPP, IPM dan IPU) oleh Perguruan Tinggi, tentunya perguruan tinggi dalam mewisuda lulusan program profesi insinyur (teknik kehutanan) akan berpedoman dengan aturan yang berlaku dan tidak asal wisuda. Dan jika butir 1 diatas tidak terpenuhi, maka tentunya ya tidak bisa.
- Bagi para kawan-kawan yang sudah mempunyai sertifikat profesi insinyur, mari kita cek dan teliti lagi apakah prosedur, mekanisme dalam pemberiannya sesuai dengan UU nomor 11/2014 dan PP 25 /2019, yaitu oleh Perguruan Tinggi penyelenggara program profesi insinyur. Jika tidak sesuai bagaimana proses selanjutnya, apakah akan terkena sanksi dicabut sesuai pasal 22 Permenristekdikti no 59 tahun 2018 tanggal 20 Desember 2018, atau ada jalan pemecahan lainnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua …